Bandara Kemayoran jadi Indonesia Gateway di jaman old. Di lokasi yang akhir-akhir ini viral gegara foto Gunung Gede Pangrango kelihatan jelas seolah sangat dekat dulu jadi tempat aktivitas penerbangan. Fasilitasnya terbilang paling canggih dan modern di zamannya. Sayang hanya menyisakan sedikit sisa-sisa kejayaannya.
Pendahuluan
Dari sebuah photoshoot di Jalan Benyamin Sueb Kemayoran nampak Gunung Gede-Pangrango di Kabupaten Sukabumi berdiri dengan megahnya. Kedua gunung yang juga sering jadi destinasi pendakian tersebut seolah berada sangat dekat. Padahal jarak antara Kemayoran ke Sukabumi kurang lebih 80km. Secara justru malah lebih dekat ke Pantai Ancol (Teluk Jakarta).
Nggak bisa dipungkiri memang ada kalanya gunung-gunung yang berada di selatan, entah di Bogor maupun Sukabumi terlihat dari wilayah Jakarta. Terutama di pagi hari ketika langit cerah, sore hari pun demikian, dan setelah hujan reda. Namun yang jadi pertanyaan apakah bisa terlihat seolah jaraknya teramat sangat dekat? Bisa iya, bisa juga nggak, tergantung momen.
Nah si pengambil momen juga mengaku demikian. Itu setelah heboh ada yang nyangkain bahwa fotonya rekayasa. Malah dengan bahasa yang teramat sangat kasar, dikatakan tempelan. Jelas sangkaan nggak berdasar bilang itu tempelan. Kalopun memang ada sedikit unsur rekayasa itu lebih ke lensa kamera. Bisa ambil sebagus itu pastinya pake kamera DSLR, bukan kamera handphone biasa. Apalagi yang resolusinya rendah.
Bandara Kemayoran Indonesia Gateway Sampe 1984
Balik lagi ke lokasi tempat foto viral tersebut. Nggak begitu banyak yang tau bahwa Jalan Benyamin Sueb dulunya merupakan runway tempat pesawat takeoff dan landing. Begitupula Jalan HBR Motik. Dimana foto dishoot dari simpangan antara Jalan Benyamin Sueb dan HBR Motik. Keduanya merupakan bekas runway pintu masuk Indonesia di jaman dulu.
Bandara Internasional Kemayoran (Kemajoran) telah beroperasi sejak tahun 1940. Meski bukan yang tertua. Karena Tjililitan Air Base (sekarang Halim Perdanakusuma) justru usianya lebih tua. Namun Tjililitan lebih untuk aktivitas penerbangan militer alih-alih sipil apalagi internasional. Salah satu momen bersejarah ialah test flight DC-3 dari Tjililitan tanggal 6 Juli 1940.
Awalnya dikelola oleh maskapai KNILM (Koninklijk Nederlends Indische Luchvaart Maatschapij). Tahun 1942 dikuasai oleh Jepang hingga 1945. Kemudian Belanda kembali menjadi operator pasca Jepang Menyerah Kepada Sekutu selama 4 tahun. Baru di awal 1950 Pemerintah Indonesia menjadi pengelola hingga akhir hayat (1984). Mulai dari DPS (Djawatan Penerbangan Sipil), Perum Angkasa Pura Kemayoran, dan akhirnya Perum Angkasa Pura 1.
Otomatis selama itu pula Bandara Kemayoran merupakan Indonesia Gateway atau pintu masuk Indonesia. Di masa pemerintahan orde baru pertumbuhan penerbangan di sini semakin pesat dan mencapai sekitar 100.000 penerbangan. Secara di sisi lain kawasan pemukiman penduduk mulai banyak tumbuh di sekitar Kemayoran. Padatnya traffic membuat pemerintah mempertimbangkan lokasi baru untuk bandara di Cengkareng.
Untuk sementara waktu terhitung 1975 pemerintah memfungsikan Bandara Halim Perdanakusuma (HLP) untuk penerbangan internasional. Sementara penerbangan domestik tetap dilayani di Kemayoran. Seiring tuntasnya pembangunan bandara baru di Cengkareng, sekarang Bandara Soekarno Hatta (CGK), tanggal 1 Juni 1984 Bandara Kemayoran resmi berhenti beroperasi. Dan sejak 31 Maret 1985, Indonesia Gateway otomatis pindah ke lokasi baru yang sejatinya masuk wilayah Kota Tangerang Banten tersebut.
Hanya Tersisa Sedikit dan Dua Saksi Sejarah Nggak Terawat
Sekarang daerah Kemayoran lebih identik sebagai venue penyelenggaraan Jakarta Fair setiap tahunnya. Juga berbagai event seperti Motor Show dan sejenisnya. Disamping sebagai kawasan bisnis dan pemukiman. Sisa-sisa bandara memang masih ada seperti Jalan Benyamin Sueb (runway Utara-Selatan/17-35) dan Jalan HBR Motik (runway Barat-Timur/08-26). Di simpangan keduanya foto viral Gunung Gede-Pangrango di take.
Adapun sisa-sisa lainnya adalah bekas gedung terminal penumpang dan Tower ATC. Namun sayangnya kedua bangunan bersejarah itu dalam kondisi memprihatinkan. Seperti nggak ada perawatan sama sekali. Padahal bisa aja dijadiin museum atau monumen sebagai bukti bahwa dulu tempat tersebut merupakan Bandara Internasional yang jadi gerbang masuk Indonesia.
Bekas gedung terminal seolah tertutup oleh gedung-gedung tinggi yang ada di sekitarnya. Tower ATC juga setali tiga uang. Bangunan ini sebenarnya bisa dilihat dari Gedung JI Expo Kemayoran. Sayangnya untuk masuk lokasi tersebut bukan perkara mudah. Di sekitarnya banyak ditumbuhi semak-semak dan rumput menjulang tinggi. Di sebut banyak dihuni ular hingga lokasi angker dan semacamnya.
Sayang banget ya, saksi sejarah malah terbengkalai kaya gitu. Bukan tempat buat belajar sejarah. Malah lebih untuk tempat uji nyali. Padahal selain saksi sejarah, Bandara Kemayoran pernah jadi setting komik Tintin karya Herge (seniman asal Belgia) di chapter “Flight 714”.
Dimana Tintin bersama Captain Haddock dan Professor Calculus transit di Kemayoran sebelum lanjut ke Sydney Australia untuk menghadiri sebuah konferensi. Mereka naik Flight 714 dari Eropa. Jakarta (Kemayoran) jadi lokasi transit terakhir di chapter tersebut. Semua latar mulai pesawat, gedung terminal hingga tower ATC sama percis kaya aslinya.
Leave a Reply