75 tahun lalu (6 Agustus 1945) Pesawat Bomber B-29 “Enola Gay” milik Amerika Serikat menjatuhkan Bom Atom di Hiroshima. Menewaskan 80.000 jiwa. Tujuan serangan ini untuk memaksa Kekaisaran Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.
Perang Dunia ke-2 di Pasifik sudah berlangsung selama tiga setengah tahun. Jika dihitung dengan penyerbuan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang (Kaigun) ke Pearl Harbor Hawaii. Sang arsitek penyerangan, Isoroku Yamamoto, sejatinya memprediksi Jepang akan berada di atas angin selama 6 bulan ke depan. Tapi belum diketahui bagaimana nasibnya setelah 6 tahun.
Sejatinya, Isoroku Yamamoto sudah memperhitungkan dengan cermat bagaimana kekuatan industri Jepang memang belum bisa menandingi Amerika Serikat. Itu karena Yamamoto sempat mengenyam pendidikan di sana sekaligus pernah menjadi atase militer kekaisaran Jepang di negeri Uncle Sam. Jadi udah tau kaya gimana itu mamarika. Mereka akan dengan cepat merespon dengan sejumlah pembaharuan setelah diserang.
Dan benar aja 5 bulan setelah serangan ke Pearl Harbor, 18 April 1942, kekaisaran Jepang mendapat serangan kejutan dari Amerika Serikat yakni Doolittle Raid. Pengeboman yang langsung menargetkan sejumlah industri penting penunjang militer kekaisaran di Tokyo. Kaget gegara ibukotanya berhasil ditembus dan dibombardir walaupun berskala kecil, Yamamoto merencanakan serangan ke Midway.
Prediksi akan ketidakjelasan nasib Jepang setelah 6 bulan terjawab di Pertempuran Midway (4-7 Juni 1942). Pada pertempuran yang memperebutkan sebuah gugusan pulau karang bernama Midway itu kekaisaran Jepang mengalami kekalahan telak. 4 kapal induk yang jadi kekuatan utama yakni Kaga, Hiryu, Soryu dan Akagi berhasil ditenggelamkan oleh Amerika Serikat, hanya kehilangan 1 kapal induk USS Yorktown.
Padahal 4 kapal induk itu semuanya meruopakan veteran Pearl Harbor. Pihak Kekaisaran Jepang berusaha menutupi kekalahan tersebut terutama di negeri-negeri jajahan termasuk Indonesia. Sejak itu malah nggak ada sama sekali pembaruan armada militer kekaisaran Jepang. Terutama untuk mengganti yang hancur di Midway. Prediksi Yamamoto pun benar terjadi.
Setelahnya Jepang terus mengalami kekalahan di Pasifik. Satu per satu wilayah kekuasaan berhasil diduduki pihak Sekutu. Sehingga memaksa Kekaisaran Jepang lebih fokus mempertahankan daratan utama. Yamamoto sendiri terbunuh ketika sedang melakukan inspeksi di Kepulauan Bougenville Papua New Guinea. Ketika pesawat angkutnya ditembak jatuh Sekutu (18 April 1943).
Bom Atom di Hiroshima, Pesawat B-29 “Enola Gay” Take Off dari Pulau Tinian.
Banyaknya wilayah kekuasaan Kekaisaran Jepang yang berhasil direbut Sekutu menjadikannya jalan cepat untuk langsung menusuk ke daratan utama Jepang. Pulau di Pasifik seperti Mariana, Guam, dan Tinian jelas punya nilai strategis. Bahkan Taiwan juga telah berhasil dikuasai sehingga memutus rantai komunikasi dengan negeri jajahan di Asia Tenggara. Jatuhnya Iwo Jima dan Okinawa di tahun 1945 menjadikan jalan untuk membombardir daratan utama jadi semakin dekat.
Meski demikian Jepang belum mau menyerah. Bagi mereka mati masih lebih terhormat daripada menyerah kepada musuh. Di perode akhir perang Pasifik, kekaisaran Jepang banyak menggunakan taktik serangan bunuh diri, termasuk serangan Kamikaze menggunakan pesawat terbang yang telah dimodifikasi.
Atas dasar keengganan untuk menyerah, sekutu merasa perlu untuk menggunakan jenis persenjataan baru yakni Bom Atom. Senjata ini sebetulnya telah diteliti oleh Nazi Jerman, sekutu kekaisaran Jepang di Perang Dunia ke-2. Amerika Serikat mengembangkan bom atom pada 1940 dan menguji coba di New Mexico pada Juli 1945. Di saat yang sama Jerman telah kalah perang. Namun teater Pasifik masih berlangsung.
Tanggal 6 Agustus 1945 sebuah pesawat bomber B 29 “Enola Gay” Milik Amerika Serikat take off dari Pulau Tinian yang sebelumnya telah berhasil direbut dari Kekaisaran Jepang. Nggak seperti biasanya, pesawat ini membawa muatan istimewa berupa Bom Atom dengan nama “Little Boy”. Sasarannya adalah Hiroshima, salah satu kota industri penting di Jepang.
Tepat jam 8.15 waktu setempat, Little Boy dijatuhkan dari Enola Gay. Ketika telah berada di ketinggian 1.900 feet (580 meter) di atas Kota Hiroshima, Little Boy meledak. Kekuatan Little Bom itu sendiri setara dengan 15.000 ton TNT menimbulkan kerusakan yang sangat dahsyat. Sekurang-kurangnya 4 mil persegi Kota Hiroshima rata dengan tanah.
Little Boy memakan 80.000 korban tewas sebagai akibat langsung ledakan, 35.000 korban mengalami luka-luka, 60.000 korban meninggal dunia di akhir tahun karena efek radiasi dan ledakan. Korban selamat pun harus menanggung cacat akibat radiasi nuklir yang ditimbulkan Little Boy.
Masih dan Memilih Bertempur Sampai Mati
Bom Atom di Hiroshima ternyata nggak langsung membuat kekaisaran Jepang menyerah. Sebagaimana keinginan Sekutu. Telah disebut sebelumnya bahwa di dalam kamus tentara kekaisaran Jepang nggak ada yang namanya kata “menyerah”. Mereka lebih memilih bertempur sampai mati dan itu lebih terhormat daripada menyerah kepada musuh.
Padahal serangan Enola Gay telah meratakan Hiroshima dan membunuh 80.000 jiwa. Kekaisaran Jepang juga masih bertempur melawan Uni Sovyet di Manchuria. Setelah Joseph Stalin membatalkan pakta non agresi dengan Kekaisaran Jepang. Tujuannya tak lain untuk membalas kekalahan memalukan Russia 40 tahun sebelumnya. Jepang sendiri akhirnya baru menyerah pada Sekutu 16 hari setelah Bom Atom di Hiroshima.
Sisa-sisa serangan Bom Atom Sekutu bisa kita temui di Hiroshima. Lokasi tersebut sekarang dikenal dengan nama Hiroshima Peace Memorial Park. Nggak perlu keluar biaya untuk berkunjung ke sini. Aksesnya pun mudah. Bisa naik Shinkansen turun di Hiroshima kemudian lanjut Hiroden jurusan Hiroshima Port. Bisa juga lanjut kereta lokal turun JR Shin Hakushima. Udah itu jalan kaki sekitar 2 km.
Leave a Reply