Cerita Umroh 2005 dan Ujian Kesabaran

Cerita Umroh 2005. Pertama kali menginjakkan kaki di tanah haram. Perjalanan yang sarat dengan ujian kesabaran. Terkhusus ketika hendak menuju Makkah dari Madinah dan proses pemulangan ke Tanah Air. Secara umum ibadah lancar. Semoga nanti bisa kembali lagi ke sana.

Siapa yang nggak kepengen menginjakkan kaki di tanah haram? Siapa yang nggak kepengen ibadah di Masjid Nabawi? Siapa yang nggak kepengen ibadah di Masjidil Haram dan melihat Ka’bah dari dekat? Itu adalah impian semua orang. Bisa dalam momen ibadah haji maupun umrah. Segala cara dilakukan agar kesampean ke sana. Diantaranya menabung walaupun dalam jangka waktu yang lama. Mengingat ongkos ke sana sangat mahal. Mulai dari 20 jutaan sampe 300 jutaan.

Kesempatan untuk bisa ke sana jelas tak bisa begitu saja disia-siakan. Memang kadang ada saja keajaiban di saat kita sedang mengusahakan agar bisa berangkat. Misalnya ada promo dan semisalnya. Seperti di tahun 2005 ketika berkesempatan melaksanakan ibadah umrah. Melakukan perjalanan spiritual yang tentunya beda dengan liburan biasa.

Umroh di tahun 2005 itu menggunakan maskapai penerbangan Saudia (waktu itu masih Saudi Arabia Airlines). Kebetulan Saudia saat itu merupakan satu-satunya maskapai penerbangan yang melayani penerbangan langsung ke Madinah. Sementara yang lainnya termasuk Garuda masih harus ke Jeddah dulu. Baru setelah mendarat di sana lanjut naik bus atau penerbangan domestik ke Madinah.

Perjalanan dari Jakarta ke Madinah ditempuh dalam waktu 8 jam. Pesawatnya sih nggak khusus ke Madinah. Tapi transit di sana sebelum lanjut ke tujuan akhir, Riyadh. Dalam perjalanan kita akan melewati batas zona waktu. Berangkat dari Jakarta jam 3 sore. Normalnya kita nyampe Madinah itu jam 11 malam. Namun karena ada perbedaan waktu 4 jam lebih lambat, kita baru landing di sana jam 5 sore waktu setempat.

Tentunya kita akan beradaptasi dengan pola waktu setempat. Kalo pada saat lagi terbang terus sobat tertidur itu adalah hal yang wajar.

Cerita Umroh 2005 Saat Hendak Menuju Makkah

Ketika mendarat di Bandara Prince Muhammad bin Abdul Aziz Madinah (MED) sebetulnya di sini juga udah ada story. Apalagi kalo bukan antrian di imigrasi. Menyaksikan fenomena seperti itu rasanya seperti bukan di luar negeri. Sebaliknya malah jadi kaya Indonesia banget. Walaupun kita tau Saudi Arabia adalah negara kaya tapi urusan antrian kaya gini kok malah lebih mirip Indonesia.

Setelah beres urusan di airport semua rombongan langsung menuju bus untuk diantar ke hotel. Apakah langsung ibadah di Masjid Nabawi? Ternyata nggak, karena masjid itu nggak buka 24 jam sebagaimana Masjidil Haram di Makkah. 3 hari 2 malam di Madinah, aktivitas nggak jauh dari ibadah di Masjid Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam. Paling juga ada program City Tour seperti mengunjungi Makam Syuhada Uhud, Masjid Quba, hingga Pasar Kurma.

Tentunya ada ziarah juga ke Masjid Nabawi termasuk ke makam Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dan 2 sahabatnya (Abu Bakar Ash Shiddiq dan Umar ibn Khaththab rodhiyallohu anhu). Lanjut ke pemakaman baqi. Cuma ziarah ini nggak sama kaya yang biasa dilakukan di Indonesia. Cuma sekedar mengucapkan salam dan mendoakan dari jarak jauh. Pihak keamanan menjaga ketat situs-situs tersebut. Mengantisipasi ada jama’ah yang menjurus ke syirik.

Habis Ziarah ke Masjid Nabawi dan Pemakaman Baqi langsung persiapan lagi untuk melaksanakan ibadah Umrah di Makkah. Keluar sebelum ashar langsung pake pakaian Ihram. Rencananya after check out ke Miqat Bir Ali, dilanjut ke Bandara Prince Muhammad (MED) lagi karena kita akan naik pesawat via Jeddah. Tujuannya untuk mempersingkat waktu.

Beres dari Miqot dan niat Umroh langsung ke Airport. Udah niat pastinya segala larangah Ihram berlaku di sini. Misalnya nggak boleh potong rambut, nggak boleh potong kuku, nggak boleh pake deodorant dan parfum (wangi-wangian) hingga larangan debat (jiddal). Satu aja dilanggar risikonya kena DAM atau ibadah jadi nggak sah.

Nyampe airport kali ini masuknya ke terminal domestik karena kita akan menggunakan penerbangan domestik. Pemeriksaan di pintu masuk udah pake protokol pasca 11 September 2001. Udah masuk airport nunggu dipanggil boarding.

Sayangnya pas lagi antri naik pesawat disinilah hal yang kurang mengenakkan terjadi. Tiba-tiba barisan antrian distop sama otoritas bandara. Alasannya pesawat yang akan menerbangkan kami full. Agak janggal pasalnya semua koper udah masuk ke pesawat. Sedianya kami akan menggunakan pesawat jenis Boeing 747-300 dimana pesawat ini setelah dari Jeddah langsung menuju Jakarta (CGK). Sesuai dengan pengumumannya.

Disinilah ujian kesabaran pertama datang. Dimana kami yang seharusnya sudah terbang ke Jeddah bahkan mungkin sudah menyelesaikan semua proses ibadah Umrah masih harus menunggu sekitar 4-5 jam. Ditambah lagi announcer di awal hanya menggunakan bahasa Arab. Nggak semua jama’ah paham bahasa Arab. Setelah kejadian barulah otoritas bandara mulai menambah announcer berbahasa Inggris.

Untungnya pihak airline, Saudia, menyediakan kompensasi kepada para penumpangnya dalam bentuk snack. Roti dan fresh juice. Sampe ada yang bilang ini seharusnya jatah di pesawat nanti. Tapi alhamdulillah inilah bentuk tanggung jawab airline kepada pelanggannya. Secara seluruh pelanggan itu bukanlah sembarang pelanggan. Lebih dari itu merupakan tamu Alloh yang hendak melaksanakan ibadah di Masjidil Haram.

Buah dari kesabaran itupun akhirnya datang. Pesawat yang dinanti-nanti tersedia dan siap menerbangkan kami ke Jeddah. Pesawat cadangan jenis Airbus A300 B4. Sedikit info tahun 2005 Saudia masih mengoperasikan pesawat-pesawat jadul seperti Airbus A300 B4 (generasi pertama Airbus), Boeing 737-200 dan Boeing 747-300. Armada yang lebih barunya justru Boeing 777-300, Embraer dan MD-90. Dua terakhir banyak dipakai untuk penerbangan domestik Saudi Arabia dan internasional jarak pendek.

Ujian Ketika Akan Pulang Ke Tanah Air

Penerbangan Madinah ke Jeddah ditempuh hanya dalam waktu kurang dari 30 menit. Setelah mendarat di Bandara King Abdul Aziz Jeddah (JED) jamaah langsung diarahkan menuju bus yang telah tersedia dan siap mengantarkan ke Makkah. Pastinya sejak awal mengenakan dan niat Ihram sudah memperbanyak talbiyah. Nah ketika naik bus menuju Makkah lebih intensif lagi. Perjalanan Jeddah ke Makkah sekitar 1 jam 30 menit.

Ada sedikit catatan di sini, terutama penentuan niat Umroh. Pada saat pesawat take off dari Madinah kru pesawat sempat mengumumkan bahwa pesawat telah melintas di atas Miqat (Bir Ali). Nah ini agak sedikit janggal kenapa kita nggak langsung aja diantar ke Airport? Kenapa harus ke Bir Ali dulu? Seandainya langsung ke AIrport dan niat di pesawat, kita masih bisa sholat ashar di Masjid Nabawi. Sementara Bir Ali berada di jalur penerbangan Madinah.

Tiba di Makkah udah lewat tengah malam. Istirahat dulu dan sholat jamak Maghrib-Isya. Udah itu langsung ke masjid dan melaksanakan ibadah Umrah yang terdiri dari 3 tahap: Thawaf, Sa’i dan Tahalul. Alhamdulillah semuanya lancar tanpa kendala. Karena udah mendekati waktu shubuh, kita semua baru meninggalkan masjid selepas shubuh untuk selanjutnya istirahat di hotel yang nggak jauh dari Pintu King Abdul Aziz.

Aktivitas di Makkah selama kurang lebih 7 hari nggak akan lepas dari ibadah. Tentunya memperbanyak thawaf karena itu sebagai ganti Sholat Tahiyatul Masjid. City Tour memang ada, begitu juga umroh kedua yang mengambil miqot di Tan’im. Namun untuk yang kedua itu dibebaskan boleh ikut atau nggak. Karena toh yang sunnah kan cuma sekali. Justru setelahnya lebih ditekankan untuk memperbanyak Thawaf.

Lagi-lagi cerita Umroh 2005 terjadi ketika prosesi pemulangan ke Tanah Air. Dimana peserta dibagi ke dalam 3 kloter. Kloter pertama berangkat pagi dari Makkah langsung ke Jeddah, terus mengambil penerbangan extra flight Saudia yang tiba di Jakarta (CGK) jam 04.00 shubuh.

Rombongan kedua (rombongan besar) malah harus ke Riyadh dulu, Jadi dari Jeddah naik penerbangan domestik ke Riyadh untuk selanjutnya diterbangkan pulang ke tanah air. Rombongan ketiga menggunakan penerbangan reguler Senin malam dari Jeddah ke Jakarta dan masih menginap semalam lagi di Makkah.

Ini juga termasuk ujian kesabaran dimana kita dipulangkan ke tanah air dalam 3 tahap. Maklum aja karena terjadi lonjakan Umroh ditambah libur musim panas di Kerajaan Saudi Arabia. Masihkah ada cerita umroh 2005 ketika sudah di Jeddah? Alhamdulillah nggak ada. Namun dapat kabar pesawat yang ditumpangi rombongan besar dari Riyadh mengalami masalah teknis. Sehingga rombongan besar itu otomatis tertunda kepulangannya dan baru tiba di Jakarta tengah malam.

Walaupun ada story tapi secara umum ibadah berjalan lancar. Tentunya pengen lagi lah ke sana. Entah dalam momen Umroh lagi atau bahkan Haji. Tapi yang paling realistis sih Umroh karena untuk haji saat ini waiting list-nya 15 tahun. Kecuali sanggup membayar biaya lebih besar untuk program Furoda, sekitar 300 juta.

Namun sayang sekali nggak ada dokumentasi foto. Maklum aja ketika Umroh 2005 itu masih menggunakan hp Siemens dengan resulusi kamera hanya 2MP. Pastinya hasil foto buram. Apalagi di malam hari.


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *