Garuda Indonesia Flight 708, ketika sebuah pesawat penumpang jenis Lockheed L-188C Electra mengalami musibah dalam penerbangan dari Makasar ke Manado. Makan 22 korban dari total keseluruhan 92 penumpang dan kru. Kecelakaan pertama di awal rezim Orde Baru namun sayangnya nggak banyak yang tau.
Kecelakaan Sriwijaya SJ 182 di perairan antara Pulau Laki dan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu, mendapat sorotan tajam dari dunia Internasional terutama terhadap dunia penerbangan di Indonesia. Tentunya kita nggak akan pernah lupa banyaknya insiden kecelakaan pesawat yang memakan banyak korban antara 2004 hingga 2007. Hingga membuat Uni Eropa mengeluarkan larangan terbang bagi maskapai asal Indonesia.
Bukan cuma itu, gegara larangan itu pula pihak Uni Eropa enggan memberikan asuransi bagi warganya yang kedapatan traveling naik airline Indonesia. Khususnya untuk rute penerbangan domestik. Akibatnya sekedar dari Jakarta ke Denpasar aja harus transit dulu di Singapore. Meski pada akhirnya banned itu akhirnya dicabut dan sekarang maskapai Garuda Indonesia udah buka penerbangan reguler ke Amsterdam, meski nggak setiap hari.
Rute menuju Amsterdam ini punya sejarah panjang. Malah udah ada sejak era kolonial dulu. Balik lagi ke kecelakaan pesawat, sebenarnya armada yang dipake Flight 182 udah dapat warning dari FAA. Dimana Boeing 737 Classic maupun NG yang udah 7 hari berturut-turut nggak terbang wajib diperiksa. Mengantisipasi terjadinya korosi pada salah satu komponen yang bisa membuat mesin mati ketika terbang. Flight 182 pake Boeing 737-500 varian Classic.
Garuda Indonesia Flight 708, Musibah Udara di Awal Orde Baru
Flight 708 merupakan penerbangan domestik reguler berjadwal yang dioperasikan Garuda Indonesia Airways (GIA) di tahun 1967 atau awal Orde Baru. Karena seperti kita ketahui di tanggal 11 Maret 1966 Indonesia transisi dari Orde Lama ke Orde Baru. Balik lagi ke sini, penerbangan ini menggunakan pesawat jenis Lockheed L-188C Electra buatan Lockheed Corporation.
Pesawat ini dibeli Garuda di tahun 1961 dan diberi nose name “Candi Borobudur”. Jadi yang dipake itu masih terbilang baru karena batch terakhir dari jenis pesawat yang udah diproduksi sejak tahun 1957. Garuda sendiri selain “Candi Borobudur” masih punya 2 lagi L-188C Electra yang dikasih nama “Pulau Bali” dan “Danau Toba” untuk mempromosikan pariwisata Indonesia
Flight 708 take off dari Jakarta tanggal 15 Februari 1967. Sejak awal perjalanan udah penuh dengan rintangan cuaca buruk. Terutama di Leg-2 antara Surabaya dan Makassar. Cuaca buruk yang terjadi sepanjang penerbangan membuat kru pesawat memutuskan untuk return to base (RTB) ke Surabaya dan menginap satu malam di sana.
Penerbangan dilanjut keesokan harinya ke Makasar, hingga tujuan akhir Manado. Rute pertama ditempuh tanpa ada kendala berarti, berhasil mendarat dengan selamat di Makassar. Jadi tinggal satu rute lagi ke destinasi akhir “Candi Borobudur”. Pesawat take off dari Makassar. Cuaca Manado nggak bisa dibilang buruk, cuma berawan, nggak ada hujan apalagi badai.
Di proses awal pendaratan, pesawat berada di ketinggian 900 feet dengan jarak pandang 2 km. Nggak jelek sih. Cuma sayang pendaratan ternyata nggak berlangsung mulus. Begitu touchdown di Bandara Sam Ratulangi Manado, pesawat bernomor registrasi PK-GLB ini oleng dan meluncur ke arah kanan. Hidung pesawat menghantam tanah dengan keras, sebelum meledak dan terbakar.
Kecelakaan di fase pendaratan ini makan korban 22 penumpang dari keseluruhan 92 penumpang dan kru pesawat di hari kamis, 15 Februari 1967 yang naas itu. Adapun penyebab kecelakaan:
- Terjadi salah perkiraan dari pilot. Beberapa saat sebelum mendarat, pilot menyadari bahwa pesawat terlalu tinggi dan sedikit melenceng ke arah kiri dari titik landasan pacu setelah melewati bukit dengan ketinggian 200 meter. Pilot sudah melakukan antisipasi saat mendarat dengan menurunkan hidung pesawat dan mengarahkan kemudi ke kanan agar sesuai jalur pendaratan. Namun, manuver burung besi itu terlalu sulit dikendalikan sehingga masih melenceng sejauh 156 kaki dari ambang batas landasan pacu. Hingga terjadilah kecelakaan tersebut.
- Landasan Pacu (runway) terlihat lebih kecil dari sudut pandang pilot. Jalurnya nggak rata sehingga memaksa pilot untuk mendarat sedekat mungkin dengan ambang batas.
- Kondisi cuaca agak sedikit mengkhawatirkan.
- Koordinasi yang kurang begitu baik antara Pilot dan Petugas ATC Manado.
Namun sayangnya sebagaimana lazimnya kecelakaan pesawat yang pernah terjadi di masa lalu apalagi udah lewat 4-5 dekade biasanya terlupakan begitu aja. Saat ini segala insiden mesti dikaitkan sama pesawat LCC dan usia tua. Padahal nggak selamanya demikian.
Disebut juga Garuda Indonesia merupakan maskapai penerbangan paling aman di Indonesia. Anggapan itu memang tepat dengan nggak adanya insiden serius yang melibatkan airline pelat merah kebanggaan negeri tersebut. Tapi jangan lupa, sejumlah insiden serius di masa lalu terutama di dekade 60-70an dan 80an justru banyak melibatkan pesawat milik Garuda.
Salah satunya Flight 708 yang mengalami kecelakaan saat mendarat di Bandara Sam Ratulangi Manado (MDC). Setahun sebelumnya juga 2 pesawat Dakota DC-3 milik airline yang sama mengalami mid-air collision sebelum mendarat di Palembang, menjadi satu diantara dua kecelakaan pesawat di tahun baru.
Apakah insiden berhenti di sini? Ternyata nggak, karena setahun kemudian lagi-lagi terjadi kecelakaan Garuda di Mumbai India yang melibatkan Convair 990 “Pajajaran”. Pesawat dengan tujuan akhir Amsterdam itu jatuh beberapa saat setelah take off dari Mumbai menuju Karachi, Pakistan. Nggak ada yang selamat dari musibah ini.
Referensi
ASN Aircraft Accident Lockheed L-188C Electra PK-GLB Manado – Sam Ratulangi Airport. Aircraft Safety Network.
Historical Crashes…. 53 years ago. Aviation Accidents / This Day in History (Facebook Page).
Sejarah Kecelakaan Pesawat Pertama di RI: Garuda Indonesia 1967. Tirto.ID
Leave a Reply