Demi menyelamatkan keuangan dan meminimalisir kerugian perusahaan, Garuda Tutup Rute Australia dan rute seperti Amsterdam dan Kuala Lumpur lantaran dinilai gak laku. Singapore dikurangi dan selanjutnya akan fokus domestik yang punya potensi market lebih besar
Sebelumnya Garuda Indonesia telah mencatatkan kerugian sebesar 70T ditambah utang besar. Tingginya nilai utang banyak disebabkan pengadaan armada yang beraroma koruptif. Khususnya untuk armada yang disewa dari lessor. Diketahui Garuda menyewa pesawat lebih mahal dari harga pasar. Sehingga nggak heran bila harga tiketnya mahal. Dampak dari harga mahal itu jelas banget, sepi peminat.
Belum lagi sejumlah rute internasional disebut nggak memberikan impact berupa pendapatan dan laba bagi perusahaan. Malah rute-rute itu sepi hingga akhirnya merugi. Seperti kita ketahui salah satu rute yang merugi itu ialah Jakarta-London. Harga tiket bisa lebih mahal daripada penerbangan transit via Uni Emirat Arab misalnya yang punya duo Emirates dan Etihad. Pesaing utama Garuda terutama untuk segmen Eropa.
Di awal 2020 sektor pariwisata dan transportasi terpukul telak oleh Pandemi Covid-19 yang belum berakhir hingga kini. Sejumlah negara menerapkan aturan beragam terkait persyaratan untuk masuk. Dampaknya minat untuk traveling ke luar negeri turun.
Sementara untuk domestik justru sebaliknya. Meski tetap ada syarat surat keterangan bebas Covid-19 dalam bentuk hasil PCR Test dan Rapid Test Antigen, ditambah GeNose C19 yang mulai digunakan pada bulan April 2021 lalu.
Garuda Tutup Rute Australia, Regulasi Sangat Ketat
Sejatinya penerbangan menuju Australia itu nggak jelek-jelek banget. Rute ini bahkan udah ada dari dulu. Masuk dalam rute internasional unggulan Garuda. Namun sejak Pandemi Covid-19, Australia menerapkan regulasi sangat ketat. Bahkan melarang warga asing untuk masuk ke negara tersebut. Tentunya berimbas pada sektor penerbangan. Termasuk rute Garuda ke sana.
Perusahaan merugi, utang menumpuk, jumlah armada dikurangi imbas penumpukan utang yang efeknya hampir separuh armada Garuda dikembalikan ke Lessor.
Garuda sebetulnya punya 6 armada yang murni punya sendiri (bukan leasing). Salah satunya Airbus 330-900 Neo yang sempat heboh gegara ada titipan motor Harley Davidson dan Brompton. Cuma sebagian besar memang pesawat leasing.
Dengan jumlah armada menyusut, perusahaan harus mengoptimalkan jumlah yang ada tersebut. Karenanya rute-rute Garuda pun diseleksi lagi. Untuk penerbangan Internasional yang dirasa rugi atau nggak laku mau nggak mau harus ditutup. Termasuk ke Australia. Rute-rute penerbangan tersebut antaralain tujuan Sydney, Perth dan Melbourne. Dua terakhir udah tutup, sedangkan Sydney ditiadakan mulai Juli 2021.
Penerbangan ke Kuala Lumpur dan Amsterdam Juga Tutup
Ternyata Garuda nggak cuma Tutup Rute Australia doang. Penerbangan ke Kuala Lumpur dan Amsterdam juga ikutan ditutup. Alasannya lagi-lagi nggak laku. Emang iya sih, terlepas dari regulasi yang ada di masa pandemi, rute Kuala Lumpur termasuk yang persaingannya sengit. Garuda harus bersaing dengan AirAsia dan Malindo Air. Belum lagi ditambah Lion Air dan Batik AIr yang juga punya rute ke sana. Sedikit info, Malindo Air yang juga dikenal dengan Batik Air Malaysia merupakan subsidiary Lion Group di Malaysia.
Jadi saingannya bukan Malaysia Airlines doang. Belum lagi sama Emirates dan KLM yang juga biasa transit di Kuala Lumpur. Malah kadang harga maskapai asing itu lebih murah dari Garuda. Dengan layanan sama-sama Full Service.
Untuk Amsterdam, walaupun rute legendaris dan punya sejarah panjang, kalo akhirnya merugikan perusahaan buat apa dipertahankan. Lagi-lagi kompetitornya juga sengit. Terutama sama maskapai Timur Tengah. Kalo sama KLM biasanya codeshare atau kerjasama, meski kadang tetap ada persaingan juga.
Singapore Dikurangi dan Fokus Domestik
Disamping Garuda Tutup rute Australia, Kuala Lumpur dan Amsterdam, penerbangan Singapore dikurangi karena dinilai challenging. Ya, kompetitor untuk Singapore nggak kalah gila-gilaan. Sama kaya KL, Singapore kerap dijadikan transit maskapai asing Eropa dan Timur Tengah sebelum ke Indonesia. Udah itu kadang tiketnya lebih murah dari Garuda. Ditambah lagi maskapai LCC baik dari Indonesia maupun Singapore yang punya Scoot Air dan Jet Star (ex-Valuair).
Untuk selanjutnya Garuda Indonesia akan lebih fokus ke domestik. Pangsa pasar domestik terutama di masa pandemi jelas lebih tinggi daripada internasional. Perubahan business model Garuda jadi lebih ke Domestik sebetulnya menjadi salah satu solusi penyelamatan ditengah kerugian dan utang besar tadi.
Penerbangan Internasional memang nggak semuanya ditutup tapi akan dipilah-pilah sesuai kebutuhan dan permintaan pasar. Memang udah saatnya Garuda memilah-milah rute internasional yang jelas-jelas ada pasarnya. Daripada cuma gagah-gagahan nggak taunya malah jadi mudharat.
Leave a Reply