Jelajah Kota Tua Jakarta, Sebuah Kawasan Bersejarah

Jelajah Kota Tua Jakarta, Kawasan bersejarah di ibukota dengan nuansa kolonial yang sangat kental. Di sinilah tonggak sejarah sebuah kota yang kelak menjadi pusat perekonomian Nasional.

Kawasan ini secara administrasi berada di dua wilayah yakni Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Wilayah Utara meliputi area sekitaran Pelabuhan Sunda Kelapa. Dimana terdapat pelabuhan itu sendiri, menara Syahbandar, dan museum Bahari. Adapun selebihnya berada di Jakarta Barat. Termasuk Museum Sejarah Jakarta atau yang lebih dikenal dengan Museum Fatahilah.



Bagusnya sih yang namanya penjelajahan itu di semua wilayah. Tapi untuk sekarang penjelajahan lebih fokus ke Kawasan Kota Tua yang berada di Jakarta Barat dimana start-nya dari Jembatan Kota Intan. Ini adalah jembatan iconic yang berada di Kota Tua Jakarta. Sering dijadikan spot fotografi dan termasuk instagramable. Dibatasinya penjelajahan karena satu dan lain hal. Terutama keterbatasan waktu.

Untuk menjelajahi keseluruhan area jelas nggak cukup waktu kalo cuma jalan kaki. Namun kendalanya akses transportasi agak sedikit sulit untuk menjangkau kawasan kota tua yang berada di sisi Jakarta Utara. Terutama sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa. Maka dari itu diputuskan untuk fokus di Jakarta Barat saja yang tak ada kendala berarti terutama soal akses transportasi umum.

Jadi pembahasan kali ini akan dibatasi dan lebih fokus ke Kawasan Kota Tua Jakarta yang masuk Jakarta Barat aja. Untuk Utara sekitar Pelabuhan inSyaaAlloh di kesempatan lain.

Jelajah Kota Tua Jakarta Mulai dari Jembatan Kota Intan

Penjelajahan dimulai dari ujung paling utara Kawasan Kota Tua wilayah Jakarta Barat. Dimana berdiri sebuah jembatan iconic dan instagramable di atas Sungai Kali Besar. Jembatan ini sudah eksis sejak era Kolonial Belanda. Diberi nama Jembatan Kota Intan. Bentuknya agak unik seperti bisa dibuka tutup.

Jelajah Kota Tua Jakarta - Jembatan Kota Intan
Jembatan Kota Intan di Kawasan Kota Tua Jakarta

Jadi gini, dulu kapal-kapal kecil dan tongkang melewati Jembatan Kota Intan, menelusuri Sungai Kali Besar hingga Pelabuhan Sunda Kelapa. Seperti disebut Kepala Unit Pelaksana Kawasan (UPK) Kota Tua, Novriadi S Husodo. Beliau juga menambahkan ketika jual beli dari titik Asemka di Pintu Kecil kapalnya dibawa lagi ke Sunda Kelapa untuk bongkar muat masuk ke kapal besar dan kembali ke negaranya.

Beliau memastikan pembangunan Jembatan Kota Intan dilakukan di masa Kolonial Belanda. Namun banyaknya jembatan yang dibangun menggunakan struktur beton, termasuk Jembatan Kereta Api, menjadikan Jembatan Kota Intan mulai kehilangan fungsinya. Jadi nggak bisa lagi dilayari kapal-kapal melalui Sungai Kali Besar.

Jembatan ini sebenarnya punya sejarah panjang dalam pembangunannya. Bahkan telah ada di era VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Termasuk dalam kawasan Kota Tua yang berada di Jakarta Barat. InSyaaAlloh nanti akan ada pembahasannya tersendiri tentang Jembatan Kota Intan.

Jembatan Kali Besar

Lebih ke arah Selatan lagi dari Jembatan Kota Intan kita akan menemui Jembatan Kali Besar. Terlihat seperti di luar negeri memang. Jadi bisa sedikit menipu nih, seolah-olah berada di luar negeri, padahal mah masih di Kawasan Kota Tua Jakarta. Sedikit info, kawasan ini memang pernah semrawut di masa lalu. Di era pemerintahan Gubernur Basuki Tjahja Purnama (BTP), kawasan kota tua dibenahi dan dipercantik.

Salah satu wujudnya bisa kita liat di sini, Jembatan Kali Besar dan sekitarnya. Andai ada kapal speed boat kecil yang bisa dipakai berlayar dari area ini hingga Jembatan Kota Intan di utara. Pasti akan lebih mantap lagi. Serasa di Marina Bay Singapore atau di Sungai Seine Paris. Hanya mungkin terkendala di kedalaman sungai dan ukuran kapal paling nggak harus bisa melewati kolong Jembatan Kali Besar.


Jembatan Kali Besar
Jembatan Kali Besar, sekilas seperti di luar negeri. Andai ada boat kecil yang beroperasi berlayar di Sungai Kali Besar dari sini sampai di Jembatan Kota Intan. Jadi merasakan sensasi seperti di Sungai Seine Paris atau di kawasan Marina Bay Singapore

Lapangan dan Museum Fatahillah

Selanjutnya adalah bangunan yang jadi icon Kota Tua Jakarta. Apalagi kalo bukan Museum Fatahillah dan lapangannya. Bangunan ini punya sejarah panjang dan konon punya kembaran di Amsterdam Belanda. Karena arsitekturnya terinspirasi dari sana. Museum Fatahilah dulunya merupakan kantor Gubernur Jenderal Belanda sekaligus pusat pemerintahan Kolonial Hindia Belanda.

Lapangan Fatahilah dan Museum Fatahilah

Gedung ini juga menjadi pusat pertahanan dimana terdapat sel tahanan di bawahnya. Nah sel tahanan ini digunakan untuk memenjarakan pelaku kejahatan di Batavia atau menempatkan tahanan lain dari wilayah Hindia Belanda.

Gedung ini juga jadi saksi akhir dari Perang Jawa dimana Perlawanan Pangeran Diponegoro berhasil dipatahkan dengan cara yang licik. Hingga akhirnya sang Pangeran dijebloskan ke penjara. Nah sel tahanan Pangeran Diponegoro ada di sini. Dibuatkan ruang tahanan khusus. Jadi terpisah dengan tahanan lainnya.

Seiring berjalannya waktu Kantor Pusat Pemerintahan pun pindah. Begitu juga sel tahanan yang tak lagi bisa menampung membuat Pihak Belanda akhirnya membangun rumah tahanan yang dikemudian hari kita kenal sebagai Penjara Glodok. Namun sekarang udah nggak ada dan berubah fungsi jadi Pasar Glodok, buat jualan barang elektronik.

Di sekitar Museum Fatahilah terdapat sejumlah bangunan tua era kolonial. Seperti Museum Pos Indonesia, Museum Seni dan Budaya, hingga Cafe Batavia.

Museum Bank Indonesia dan Museum Mandiri

Setelah dari Lapangan Fatahillah dan Museum Fatahillah yang jadi iconnya Kota Tua, Jelajah Kota Tua Jakarta lanjut melewati Museum Bank Indonesia dan Museum Mandiri. Keduanya masih berada di Kawasan Kota Tua. Hanya tak jadi satu area dengan Museum Fatahillah. Justru berada di luar itu. Nah di sini kendaraan masih bisa melintas. Karena untuk memasuki kawasan Lapangan Fatahillah hanya bisa dilalui dengan jalan kaki.

Posisi kedua museum bersebelahan. Untuk Museum Bank Mandiri nama asli gedung masih tertera, yakni Nederlandsche Handel-Maatschappij NV. Posisinya percis di seberang Halte Transjakarta “Stasiun Kota” dan Stasiun Jakarta Kota.


Museum Bank Indonesia dan Museum Mandiri
Museum Bank Indonesia dan Museum Mandiri yang masih berada di kawasan Kota Tua Jakarta mesti tak masuk area Lapangan Fatahillah

Jelajah Kota Tua Jakarta Berakhir di Stasiun Jakarta Kota

Tak terasa perjalanan telah mencapai titik akhir, yakni Stasiun Jakarta Kota. Salah satu stasiun kereta api terbesar yang ada di Jakarta dan memiliki sejarah panjang juga tentunya. Dulunya stasiun ini merupakan pusat pemberangkatan kereta api jarak jauh dari Jakarta ke sejumlah kota besar di Pulau Jawa seperti Bandung, Cirebon, Semarang, Yogyakarta hingga Surabaya.

Akhir jelajah Kota Tua Jakarta - Stasiun Jakarta Kota

Bangunan Stasiun Jakarta Kota mulai dirancang oleh Frans Johan Louwrens Ghijsels. seorang arsitek Belanda kelahiran Tulungagung pada 8 September 1882. Di sini sebetulnya sudah ada stasiun kereta bernama Batavia Zuid yang melayani perjalan ke arah timur seperti Jatinegara, Bekasi hingga Karawang. Dioperasikan oleh perusahaan swasta bernama BOS (Bataviasche Ooster Spoorwegmaatschapij).

Nah nama BOS ini disebut-sebut sebagai asal usul penyebutan Stasiun Beos, nama lain dari Stasiun Jakarta Kota. Versi lain menyebut BEOS artinya Batavia En OmStreken atau Batavia dan sekitarnya. Pembangunan dimulai pada tahun 1926 setelah semua jalur dan infrastruktur milik BOS diambil alih Staat Spoorwegen (SS). Tanggal 8 Oktober 1929 stasiun dibuka dan diresmikan langsung oleh Gubernur Jenderal Andries Cornelies Dirk de Graeff.

Kini Stasiun Jakarta Kota melayani perjalanan KRL Commuter Line dan sebagian kereta jarak jauh seperti KA Kutojaya Utara jurusan Kutoarjo dan KA Menoreh jurusan Semarang.

Bangunan Halte Transjakarta Dikondisikan

Ada satu yang unik di Kawasan Kota Tua Jakarta yakni Bangunan Halte Transjakarta yang dikondisikan dengan bangunan di kawasan sekitarnya. Di antara halte tersebut ialah Halte Museum Fatahillah dan Halte Kalibesar Barat. Bangunannya benar-benar menyerupai arsitektur Kolonial Belanda. Jadi siapapun yang jelajah Kota Tua Jakarta akan benar-benar merasakan aura Jakarta di era kolonial dulu. Khususnya ketika kota ini bernama Batavia.


Halte Transjakarta yang Dikondisikan
Bangunan Halte Transjakarta yang dikondisikan dengan bangunan di sekitar Kawasan Kota Tua Jakarta. Arsitektur Kolonial membuat nuansa kolonial era Batavia sangat terasa di sini.

InSyaaAlloh pembahasan seputar Kota Tua Jakarta terutama tempat-tempat bersejarah yang ada di sana masih akan berlanjut. Terutama tentang Jembatan Kota Intan, Museum Fatahillah dan Stasiun Jakarta Kota (masuk segmen Transportasi Umum) yang akan ada pembahasannya sendiri.


Referensi



Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *