kecelakaan pesawat haji 1974 martinair flight 138

Kecelakaan Pesawat Haji 1974 (Martinair Flight 138)

Kecelakaan Pesawat Haji 1974, ketika sebuah pesawat jenis Mc Donnel Douglas DC 8 milik maskapai Martinair Flight 138 jatuh di Sapta Kanya, Maskeliya, Sri Lanka. Beberapa saat sebelum mendarat di Katunayake Airport Colombo. Tercatat 182 penumpang calon haji dan 9 kru tewas dalam musibah yang disebut paling buruk di tahun tersebut. Namun sayang nggak banyak yang tau musibah ini.

Tanggal 4 Desember 1974 akan selalu diingat sebagai salah satu tragedi dalam penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia. Biasanya musibah saat menjalankan Rukun Islam ke-5 tersebut biasanya terjadi pada saat pelaksanaan di Tanah Suci. Misalnya peristiwa Mina yang udah beberapa kali terjadi dan memakan korban jiwa cukup banyak. Termasuk jamaah dari Indonesia. Namun ada juga kejadian ketika masih dalam proses pemberangkatan menuju tanah suci.

Di masa lalu perjalanan dari tanah air menuju Saudi Arabia biasanya menggunakan kapal laut sebagai moda transportasi. Haji kapal laut ini berlangsung hingga tahun 1970-an. Meski di saat yang sama pemerintah mulai membuka jalur penerbangan yang memakan waktu lebih singkat ketimbang kapal laut. Di tahun 70-an memang masih sangat minim penerbangan langsung ke Jeddah, Saudi Arabia.

Garuda Indonesia memang udah punya rute penerbangan internasional hingga ke Eropa. Bahkan sebenarnya udah punya penerbangan ke Saudi sejak pertama kali memperkenalkan pesawat jet jenis Convair. Hanya saja jumlahnya masih sedikit. Termasuk Convair 660 dimana salah satunya mengalami musibah di Mumbai tahun 1968 (baca: Kecelakaan Garuda di Mumbai 28 Mei 1968).

Karenanya pihak Garuda mau nggak mau mesti mencarter pesawat untuk mengakomodasi pengangkutan jamaah haji via jalur udara. Di antara pesawat yang dicarter itu ialah Mc Donnel Douglas DC-8 milik maskapai Martinair Holland. Sedikit info, Martinair merupakan unit bisnis KLM, maskapai penerbangan nasional milik Kerajaan Belanda, yang khusus melayani penerbangan charter.

Rencananya DC-8 Martinair akan mengangkut jamaah haji asal embarkasi Juanda Surabaya. Dimana kloter tersebut sebagian besar berasal dari kota dan kabupaten di Jawa Timur yakni Blitar, Lamongan dan Surabaya), Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan.

Kecelakaan Pesawat Haji 1974, Second From Disaster

Pesawat Martinar Holland dengan nomor penerbangan 138 berangkat dari Bandara Juanda Surabaya menuju King Abdul Aziz International Airport di Jeddah, Saudi Arabia. Rencananya pesawat akan transit di Colombo, Sri Lanka, untuk mengisi bahan bakar. Zaman dulu memang masih sangat minim penerbangan langsung ke Saudi. Nggak kaya sekarang yang udah banyak pilihan. Sekelas Lion Air pun direct ke Jeddah bahkan Madinah tanpa transit.

DC-8 buatan tahun 1966 dan diregistrasi di Belanda tahun 1974 itu take off jam 19.03 WIB. Perjalanan dari Surabaya menuju transit point Colombo sejatinya nggak ada masalah. Penerbangan haji tersebut dipimpin Captain Hendrik Lamme dan First Officer Robert Blomsa, keduanya Warga Negara Belanda. Cuaca pada saat itu sangat bersahabat. Demikian pula di langit Sri Lanka. Kecepatan angin masih dalam batas normal, jarak pandang 10 km, dan lumayan cerah.

Pesawat bernomor registrasi PH-MBH tersebut mulai memasuki wilayah Sri Lanka, siap-siap untuk transit di Katunayake International Airport, Colombo, Sri Lanka untuk mengisi bahan bakar. Jam 09.46 LT (23.44 WIB) Pilot mengontak ATC Colombo memberitahu bahwa Flight 138 berada dalam jarak 130 nautical miles dari landasan Katunayake.

Fasilitas di Colombo Airport sendiri waktu itu masih sangat dasar. ATC nggak punya radar yang bisa memantau posisi pesawat. Jadi cuma mengandalkan sistem navigasi VOR (Very high frequency Omni-directional Range). Sementara Pilot menggunakan sistem navigasi Doppler buatan Marconi yang jadi standard di KLM dan anak usahanya (termasuk Martinair).

Pesawat mulai terbang di atas pulau Sri Lanka. Sekitar 10.08 LT (00.06 WIB) pilot mulai beralih ke Approach Control untuk siap-siap landing. Menginformasikan ke ATC bahwa Flight 138 turun ke ketinggian 6.000 feet dan jarak dengan landasan 40 miles. Namun sayang Approach Control malah menangkapnya 14 miles.

Tanpa konfirmasi ulang dan dianggap akurat, Approach Control memerintahkan turun ke 2.000 feet. Setelahnya menanyakan apakah sudah melihat landasan (runway insight?). Sayangnya tak ada tanggapan dari Martinair Flight 138 dan nggak ada lagi kontak. Sampe kemudian ada laporan sebuah ledakan besar di Maskeliya. Bahkan penduduk melaporkan sebuah pesawat terbang di ketinggian tak wajar di atas Castlereigh and Agrapatana.

Lantas diketahui bahwa DC-8 Martinair Flight 138 menabrak sebuah tebing di pegunungan sekitar Maskeliya. Lokasi yang dikenal dengan nama The Seven Virgins (Bukit Tujuh Perawan), atau Sapta Kanya. Lokasi tersebut waktu itu masih belum terjamah manusia. Bisa dibilang merupakan daerah yang sangat terpencil. Pesawat jatuh jam 10.10 LT (00.08 WIB).

Dari total 191 penumpang dan kru, nggak satupun selamat dari kecelakaan pesawat haji 1974 tersebut. Sebuah kecelakaan pesawat terburuk dalam sejarah penerbangan di Sri Lanka. Bahkan jadi salah satu yang terburuk di dunia. Tragedi ini juga jadi salah satu musibah dalam penyelenggaraan ibadah haji Indonesia. Mengingat Flight 138 merupakan transportasi pengangkut jamaah haji via jalur udara.


Urutan Kejadian Jatuhnya Martinair Flight 138

  • 19.03 WIB: Pesawat Martinair Holland, Flight 138, jenis Douglas DC-8 nomor registrasi PH-MBH berangkat dari Bandara Juanda Surabaya. Sedianya pesawat ini terbang menuju Jeddah, Saudi Arabia, sebagai bagian dari penyelenggaraan angkutan jamaah haji melalui jalur udara. Flight 138 mengangkut 182 penumpang jamaah haji ditambah 9 kru (termasuk Captain Hendrik Lamme dan First Officer Robert Blomsa, keduanya warga negara Belanda).
  • 23.44 WIB: Flight 138 siap-siap memasuki wilayah udara Sri Lanka. Pilot melakukan kontak pertama dengan Air Traffic Control (ATC) Colombo. Memberitahukan bahwa mereka dalam range 130 nautical miles dari landasan Katunayake International Airport.
  • 00.06 WIB: Flight 138 sudah berada di Sri Lanka. Pilot mulai pindah ke Approach Control, melaporkan bahwa mereka ada di ketinggian 6.000 Feet dan range 40 miles dari landasan. Approach Control menangkap 14 miles tanpa mengkonfirmasi ulang dan dianggap akurat. Pesawat diminta untuk turun ke ketinggian 2.000 feet.
  • 00.08 WIB: ATC kehilangan kontak dengan Flight 138. Pesawat jatuh setelah menabrak tebing salah satu bagian dari Sapta Kanya atau The Seven Virgins (bukit 7 perawan). Sebuah kawasan pegunungan di Maskeliya, Sri Lanka. Dari 191 penumpang dan kru nggak satupun selamat dari kecelakaan terburuk dalam sejarah penerbangan Sri Lanka.

Penyebab Jatuhnya DC-8 Martinair 138

Departemen Penerbangan Sipil Sri Lanka bersama Indonesia dan Belanda melakukan penyelidikan atas kecelakaan pesawat haji 1974 di Maskeliya. DC-8 Martinair 138 merupakan penerbangan carter untuk angkutan jamaah haji embarkasi Surabaya via jalur udara.

Penerbangan tersebut dipimpin oleh Captain Hendrik Lamme (Belanda) dengan 26.000 jam terbang (4.000 diantaranya DC-8) dan First Officer Robert Blomsa (Belanda). Adapun data-data seputar Second Officer atau Flight Engineer tak diketahui secara pasti meski seharusnya ikut dalam penerbangan tersebut. Captain Lamme udah pernah terbang ke Colombo, sedangkan First Officer belum begitu familiar dengan wilayah itu. Pesawat DC-8 diproduksi Mc Donnel Douglas tahun 1966 dan diregistrasi di Belanda tahun 1973.

Di hari naas tersebut, ATC belum punya radar yang bisa memastikan posisi pesawat. Begitu juga Distance Measuring Equipment (DME) belum tersedia di fasilitas radio Sri Lanka. Dalam kontak terakhir diketahui bahwa Pilot menyebut 40 miles sedangkan pihak ATC salah tangkap jadi 14 miles. Karenanya langsung meminta turun ke ketinggian 2.000 feet.

Berbagai laporan resmi menyebut bahwa pesawat terbang terlalu rendah dari ketinggian seharusnya sekitar 10.200 feet. Sementara puncak kelima dari Sapta Kanya (The Seven Virgins) memiliki ketinggian 4.600 feet. Pesawat dilaporkan mengalami patah sayap dan tanki bahan bakar meledak yang kemudian menyebabkan kebakaran di sekitar area lokasi.

Kini di lokasi kejadian didirikan sebuah monumen untuk mengenang kecelakaan pesawat haji 1974 yang jadi kecelakaan terbesar dalam sejarah penerbangan di Sri Lanka, sekaligus salah satu yang terburuk di dunia. Sapta Kanya yang pada saat kejadian merupakan daerah terpencil, kini jadi salah satu tempat wisata alam populer di Sri Lanka. Khususnya untuk pendakian.

Korban Kecelakaan Pesawat Haji 1974

Musibah ini menewaskan 183 penumpang yang semuanya ialah Jamaah Haji asal embarkasi Surabaya dan 9 kru. Di antara kru pesawat terdapat 2 mahasiswi tingkat IV Fakultas Syariah (Hukum) IAIN Surabaya dan mahasiswa IAIN Ujungpandang. Sementara 7 lainnya merupakan warha negara Belanda, yakni:

kru martinair 138 warga negara belanda
  • Captain Hendrik Lamme (Pilot),
  • Robert Blomsa (First Officer),
  • J. Wijnands (belum diketahui Flight Engineer atau Flight Attendant),
  • Ivo Uliet (Flight Attendant)
  • H. Borghols (Flight Attendant)
  • H. Van Hanburg (Flight Attendant)
  • T. Van Dijkum (Flight Attendant)

Data asal domisili penumpang Jamaah Haji yang jadi korban Martinair 138:

  • 111 jamaah haji asal Blitar
  • 49 jamaah haji asal Sulawesi Selatan
  • 16 jamaah haji asal Lamongan
  • 3 jamaah haji asal Kalimantan Timur
  • 2 jamaah haji asal Kota Surabaya

Mayoritas korban penumpang merupakan jamaah haji asal Kabupaten Blitar sebanyak 111 orang. Sementara kru pesawat merupakan Warga Negara Belanda, kecuali 2 orang mahasiswa Indonesia. Di antara penumpang yang meninggal dunia terdapat sosok Ny Kamariyah Syarifudin, cucu Sultan Banjarmasin, Pangeran Suryanzah.

Sementara itu Captain Hendrik Lamme sebelumnya merupakan Pilot Angkatan Udara Kerajaan Belanda. Bahkan sempat bertugas di Indonesia di tahun 1948 atau di masa perang sebelum pengakuan kedaulatan oleh Kerajaan Belanda.

Pesawat DC-8 Martinair Flight 138 sejatinya merupakan salah satu pesawat yang dicarter oleh Garuda Indonesia untuk keperluan angkutan Jamaah Haji via udara. Di tahun itu penerbangan langsung ke Saudi masih sangat minim dan Garuda nggak punya cukup armada untuk mengakomodir transportasi udara Jamaah Haji Indonesia. Sehingga harus mencarter pesawat.

Namun sangat disayangkan. Nggak banyak yang mengetahui tragedi ini. Musibah dalam penyelenggaraan ibadah haji lebih banyak diketahui ketika berada di Saudi Arabia. Seperti tragedi Mina misalnya. Padahal kecelakaan Martinair 138 ini jadi kecelakaan pesawat terburuk di Sri Lanka. Karena mengangkut jamaah haji harusnya juga jadi musibah dalam penyelenggaraan ibadah haji.

Daftar Pustaka

  • 182 Calon Haji Indonesia Tewas di Gunung ‘7 Perawan’ Sri Lanka 46 Tahun Lalu, Tragedi Martinair 138. Pikiran Rakyat.Com
  • 4 Desember Tepat Tragedi 182 Jemaah Haji Indonesia Meninggal Kecelakaan Pesawat. Tribun Jateng.
  • Hari Ini dalam Sejarah: 182 Jemaah Haji Indonesia Tewas pada Kecelakaan Pesawat di Sri Lanka. Kompas.Com
  • Kecelakaan Pesawat Jemaah Haji Indonesia di Srilanka Tahun 1974. Historia.ID
  • Martin Air Flight 138 Accident. Ceylon Guide.
  • Sri Lanka’s worst air disaster. Daily FT


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *