Kecelakaan pesawat Pakistan International Airlines (PIA) di Karachi pada tanggal 22 Mei 2020 kemarin mengingatkan kita pada beberapa insiden kecelakaan pesawat pada fase pendaratan. Baik ketika dalam proses maupun sudah mendarat.
Prologue
Jum’at 22 Mei 2020 dunia aviasi dikejutkan oleh jatuhnya sebuah pesawat Airbus A320-214 milik maskapai penerbangan nasional Pakistan, Pakistan International Airlines (PIA). Pesawat ini sedang melayani rute domestik dari Lahore ke Karachi dan dalam proses pendaratan di Bandara Karachi (KHI). Pesawat ini berangkat dari Lahore (LHE) jam 13.00 dan seharusnya tiba jam 14.45 waktu setempat.
Namun pesawat mengalami insiden dan jatuh menjelang pendaratan di Karachi. Pesawat jatuh di area pemukiman penduduk. Semua penumpang dan kru yang berjumlah 107 (99 penumpang dan 8 kru) dikhawatirkan tewas dan tak ada yang selamat. Belum ditambah korban dari penduduk setempat. Hingga saat ini pihak berwenang masih menyelidiki insiden fatal ini.
Sangat disayangkan. Pesawat secanggih Airbus A320-214 yang sudah menggunakan teknologi canggih dan sudah terkomputerisasi masih bisa celaka. Memang kecelakaan ini bukan yang pertama melibatkan Airbus A320. Tentunya kita masih ingat tragedi AirAsia 8501 pada 28 Desember 2014 di Laut Jawa. Pesawat yang digunakan juga hampir sejenis dengan yang dioperasikan PIA dan jatuh di Karachi.
Kecelakaan Pesawat Pakistan International Airlines (PIA) di Fase Pendaratan
Terdapat dua fase krusial dan rawan dalam penerbangan yakni fase take off atau lepas landas dan fase landing atau mendarat. Keduanya jelas memerlukan fokus dan komunikasi antara pilot dengan menara pengawas (ATC). Cuaca dan kecepatan angin pun harus diperhitungkan dengan seksama. Kebanyakan kecelakaan pesawat terjadi di fase ini. Tak jarang meminta korban jiwa yang cukup besar.
Secanggih apapun pesawat, termasuk Airbus A320 yang sudah terkomputerisasi penuh, jelas masih membutuhkan skill pilot. Terutama di dua fase krusial. Makanya itu keterampilan pilot masih dibutuhkan. Dengan tidak serta merta hanya mengandalkan instrumen autopilot yang sudah disediakan oleh pesawat. Sekalipun itu berteknologi canggih.
Seperti komputer atau smart phone kita yang kadang mengalami bug atau hang. Begitupun komputer di pesawat secanggih A320 pasti ada kalanya mengalami hal tersebut. Nah ketika itu terjadi maka keterampilan Pilot benar-benar diperlukan. Di sini Pilot wajib mengambil alih kendali pesawat secara keseluruhan. Mengingat tanggung jawab keselamatan atas penumpang dan kru.
Kita masih menunggu penyebab pasti dari kecelakaan pesawat Pakistan International Airlines (PIA) di Karachi. Tapi yang jelas diperkirakan nggak ada yang selamat dalam kecelakaan ini.
Seperti Kecelakaan Pesawat Pakistan
Kecelakaan Pesawat Pakistan International Airlines (PIA) dengan nomor penerbangan PK 8303 dan nomor registrasi AP-BLD ini seolah mengingatkan kita pada sejumlah insiden kecelakaan penerbangan dalam fase pendaratan. Di Indonesia contohnya tentu kita nggak akan lupa dengan tragedi Lion Air di Bandara Adi Soemarmo Solo (SOC) tahun 2004 dan Garuda Indonesia Flight 200 di Jogja (JOG) tahun 2007
Pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 538 mengalami kecelakaan pada saat mendarat di Bandara Adi Soemarmo Solo (SOC) tanggal 30 November 2004. Pesawat Jenis MD-82 ini mengalami overrun hingga akhirnya menabrak parimeter dan nyungsep di area pemakaman tak jauh dari bandara. Kecelakaan ini memakan korban 26 meninggal dunia.
Kejadian yang hampir sama pun menimpa Boeing 737-400 Garuda Indonesia pada 7 Maret 2007 di Bandara Adi Sucipto Sleman Jogjakarta (JOG). Pesawat ini juga mengalami overrun saat mendarat, jatuh dan kemudian terbakar di sebuah pekarangan dekat bandara. Tragedi ini memakan korban 22 meninggal dunia.
Selain dua tragedi di atas pada saat mendarat, ada 4 penerbangan lainnya yang tercatat mengalami kecelakaan di fase pendaratan. Sebelum mendarat di Bandara Tujuan. Nyaris sama dengan Kecelakan Pesawat Pakistan International Airlines (PIA) tanggal 22 Mei 2020 kemarin. Berikut rangkumannya:
All Nippon Airways Flight 60 (JA 8302)
Jangan salah salah satu maskapai terbaik di dunia sekelas All Nippon Airways (ANA) pernah mengalami sejumlah kecelakaan fatal di masa lalu. Tak jarang tragedi tersebut turut mempengaruhi reputasi ANA maupun penerbangan Jepang secara keseluruhan. Salah satu insiden fatal yang tercatat dalam sejarah ialah All Nippon Airways (ANA) Flight 60 dengan nomor registrasi JA 8302.
Tanggal 4 Februari 1966 pesawat jenis Boeing 727-100 mlik ANA sedang melayani rute penerbangan reguler dari Sapporo/Chitose (CTS) menuju Tokyo (HND). Pesawat sedang dalam proses pendaratan di Tokyo Haneda (HND). Namun tiba-tiba hilang dari pantauan radar.
Ternyata pesawat tersebut jatuh di Tokyo Bay, tak jauh dari Bandara Haneda. Pesawat dalam kondisi hancur dan hanya menyisakan bagian ekor.
Salah satu kecelakaan fatal yang terjadi di negeri Sakura. Tak hanya itu penyebab kecelakaan pun tak diketahui pasti. Karena tak ada black box yang merekam data penerbangan Flight 60. Intinya pesawat jatuh dalam fase pendaratan dan jelang mendarat. Kondisi cuaca cerah pada saat itu.
Canadian Pasific Airlines Flight 402
Pesawat Douglas DC-8-43 milik Maskapai Canadian Pasific Airlines CP 402 berangkat dari Bandara Kai Tak Hong Kong jam 16.14 waktu setempat menuju Vancouver Canada. Pesawat dijadwalkan transit di Tokyo International Airport. Pada saat pendaratan, Tokyo dilanda cuaca buruk.
Pesawat sempat menunggu selama 15 menit dan siap mengalihkan pendaratan ke Taipei apabila cuaca tak kunjung membaik. Sesuai dengan flightplan.
Namun otoritas bandara Haneda melaporkan bahwa cuaca sudah membaik. Hingga akhirnya kembali ke tujuan semula di Tokyo. Tiba-tiba cuaca kembali buruk pada saat mendarat. Pesawat tergelincir dan menabrak tembok pembatas bandara dengan area laut (sea wall).
Tragedi ini menewaskan 64 dari 72 penumpang dan kru pesawat. Lagi-lagi awan kelam menyelimuti dunia penerbangan Jepang. Karena sehari setelahnya pesawat Boeing 707 milik BOAC jatuh di dekat Gunung Fuji.
Japan Airlines Flight 471 (JA 8012)
Lagi kecelakaan fatal menimpa maskapai penerbangan negeri matahari terbit. Kali ini menimpa Japan Airlines Flight 471 dengan nomor registrasi JA 8012. Pesawat jenis Douglas DC-8-53 ini sedang dalam perjalanan dari Tokyo menuju London tanggal 14 Juni 1972. Pesawat dijadwalkan singgah di beberapa tempat yakni:
- Hong Kong International Airport/Kai Tak
- Bangkok International Airport/Don Muang
- Palam Delhi Airport
- Teheran International Airport
- Cairo International Airport
- Rome International Airport
- Frankfurt International Airport
Dua fase telah dilewati tanpa kendala yakni dari Tokyo ke Hong Kong dan Hong Kong ke Bangkok. Kali ini pesawat dalam fase penerbangan ketiga dari Bangkok ke New Delhi.
Transit Beberapa Tempat Dianggap Lazim
Agak aneh ya kok pesawat bisa mampir-mampir kaya kapal pesiar gitu? Memang udah lazim di zaman dulu adanya transit di banyak tempat seperti itu. Terutama untuk pesawat yang belum punya armada sekelas Boeing 747 (diperkenalkan 22 Januari 1970).
Dengan Boeing 747 rute sejauh Tokyo dan London bisa diterbangi langsung tanpa transit. Kalopun tetap ada transit paling hanya satu atau dua kota saja. Balik lagi ke tragedi Japan Airlines Flight 471. Setelah menempuh perjalanan dari Bangkok, pesawat sedang dalam fase pendaratan di Palam Delhi Airport (Sekarang Indira Gandhi International Airport). Jarak pesawat dengan bandara sejauh 23 mile (43 km).
Jatuh di Sungai Yamuna
Namun tiba-tiba pesawat jatuh sebelum masuk ke runway Bandara New Delhi, tepatnya di Sungai Yamuna. Dimana pesawat menabrak pembatas sungai. Kecelakaan ini menewaskan 83 penumpang dan kru sementara 3 orang mengalami cedera serius.
Pihak penyelidik Jepang menyatakan kecelakaan ini akibat kesalahan pada sinyal instrumen pendaratan Bandara New Delhi. Sementara penyelidik India menyebut akibat kesalahan pilot (pilot error) yang salah perhitungan. Bahkan diketahui fase penerbangan ketiga terutama proses pendaratan di Delhi pesawat dikendalikan oleh Co-Pilot (First Officer).
Eastern Airlines Flight 401
29 Desember 1972 sebuah pesawat Lockheed L-1101-1 Tristar milik Eastern Airlines dalam penerbangan dari New York ke Miami Florida. Pada saat itu pesawat jenis L-1101-1 Tristar adalah pesawat berbadan lebar dan berteknologi canggih di zamannya. Salah satunya dimiliki oleh maskapai penerbangan Eastern Airlines.
Siap Mendarat di Miami International Airport
Eastern Airlines Flight 401 tinggal beberapa menit lagi mendarat di tujuannya, Miami International Airport. Namun pilot menemukan ada kejanggalan yakni pada lampu indikator. Dimana indikator roda pesawat di bagian depan mati.
Diduga hanya 2 roda pesawat yang keluar. Tentunya sangat berisiko apabila tetap memaksakan pendaratan. Pilot ingin memastikan dulu apakah ini hanya kerusakan pada lampu indikator atau lebih dari itu.
Tanpa Sadar Autopilot Non Aktif
Pilot meminta izin pada ATC untuk melakukan holding (berputar) di ketinggian 2.000 feet dengan mode autopilot. Nah disinilah petaka itu terjadi. Pilot dan kru di kokpit sibuk memperbincangkan matinya lampu indikator landing gear hingga tak menyadari bahwa autopilot telah dalam kondisi non-aktif dan pesawat turun secara bertahap. Seperti mendarat dalam kondisi normal.
Pesawat pun akhirbnya jatuh di area rawa sekitar Miami International Airport. Menewaskan 101 penumpang dan 75 lainnya mengalami cedera. Tragedi ini lantas menimbulkan kontroversi terutama cerita-cerita mistis dikemudian hari. Bagian yang bisa diselamatkan dari pesawat ini diangkat dan dijadikan suku cadang Lockheed L-1101 Tristar yang lain.
Nah disinilah hal mistis kemudian terjadi. Kru penerbangan sering kali melihat penampakan kru Eastern Airlines Flight 401 yang telah meninggal dunia akibat kecelakaan tahun 1972.
Menanti Penyebab Pasti Kecelakaan Pesawat Pakistan International Airlines (PIA)
Itulah rangkuman beberapa insiden kecelakaan pesawat pada fase pendaratan. Baik ketika dalam proses pendaratan maupun pada saat mendarat. Memang ini masuk dalam fase krusial penerbangan. Pilot harus benar-benar fokus termasuk dalam hal komunikasi dengan ATC.
Disinilah kita wajib mematikan semua alat elektronik karena dikhawatirkan akan mengganggu sistem navigasi. Semoga penyebab pasti Kecelakaan Pesawat Pakistan International Airlines (PIA) segera diketahui. Sebab ini menyangkut reputasi airline itu sendiri dan produsen pesawat, dalam hal ini Airbus.
Leave a Reply