Kesaksian Korban Tragedi Colombo 1978. Terhempas keluar bersama kursi pesawat, melihat pesawat dalam kondisi butut, mimpi lagi sholat di Masjid Nabawi sesaat sebelum kecelakaan, hingga keluar dari celah-celah reruntuhan pesawat.
Musibah tahun 1974 masih membekas di benak sebagian jama’ah haji Indonesia. Dimana pada 4 tahun sebelumnya sebuah pesawat DC-8 Martinair yang dicarter Garuda Indonesia Airways mengalami musibah di Maskeliya ketika dalam proses pendaratan di Bandaranaike Colombo International Airport.
Nggak ada yang selamat dalam Kecelakaan Pesawat Haji 1974 itu.Bahkan jadi tragedi terburuk dalam sejarah aviasi Sri Lanka dan disebut-sebut juga terburuk kedua di tahun tersebut.
Kecelakaan terburuk lainnya di tahun 1974 terjadi di Paris menimpa maskapai Turkish Airlines 981. Uniknya pesawat yang jatuh di Paris dan Maskeliya berasal dari pabrikan sama, McDonnel Douglas, meskipun berbeda jenis (InSyaaAlloh nanti akan ada pembahasannya).
Balik lagi ke musibah haji, kejadian di Maskeliya disebut-sebut karena kesalahan komunikasi dan infrastruktur navigasi kurang memadai. Belajar dari situ, Pemerintah Sri Lanka lantas mengupgrade dan tahun 1978 infrastruktur dan peralatan sudah lebih baru. Diantaranya ILS dan ALS.
Di tanggal 15 November 1978, DC-8 Icelandic Airlines Flight 001 dicarter Garuda Indonesia untuk menerbangkan jamaah haji asal Kalimantan Selatan via Embarkasi Surabaya. Pesawat itu mengambil rute Jeddah-Surabaya, direncanakan transit di Katunayake Colombo International Airport (CMB) untuk mengisi bahan bakar dan mengganti kru.
Meski fase take off dari Jeddah lancar ketika akan mendarat di Katunayake mulailah terjadi masalah. Cuaca memang kurang bersahabat. ALS juga tengah mengalami gangguan. Di sini pilot gagal menganalisa ketinggian pesawat.
Lantas DC-8 berusia 10 tahun itupun menabrak pucuk pohon kelapa dan akhirnya jatuh di perkebunan sawit itu dalam kondisi terpecah jadi 3 bagian. 183 penumpang dan kru tewas, ajaibnya 79 lainnya berhasil selamat.
Nah korban selamat lantas memberi kesaksian dan tertulis di beberapa media dan pada kesempatan kali ini kami akan rangkumkan kesaksian tersebut.
Kesaksian Korban Tragedi Colombo 1978: Terhempas Keluar Bersama Kursi Pesawat
Korban bernama Hj Trimurti (Hj Murti) memberi kesaksian tentang kecelakaan pesawat haji 1978 di sekitar Katunayake Colombo International Airport, sebagaimana dirangkum dari Tribun Banjarbaru.
Beliau berangkat ke Baitulloh bersama anggota keluarganya yakni suami (H. Rustam Effendy), ibu kandung (Hj Arbiyah), bibi dari Ibu atau nenek (Hj. Jawiyah). Turut pula sepupunya (H Ainudin) beserta istri, dan saudaranya yang lain (H. Kurdi).
Menurut Hj Trimurti, beliau diajak oleh ibunya yang sebelumnya telah menunaikan ibadah haji dan jika dihitung dengan 1978 berarti sudah 5 kali. Rombongan keluarga beliau tengah bersiap untuk kembali ke tanah air.
Tak ada firasat apapun. Beliau sempat diminta oleh ibunya untuk tukar pakaian sehingga mengenakan baju kurung dan kain. DI pesawat, beliau bersama suami dan seorang muhrim duduk di belakang sedangkan ibunya di bagian depan.
Ketika hendak tidur, belum lagi terlelap sudah melihat ada percikan api di depan dan pesawat jatuh. Awalnya diduga karena overload namun selanjutnya tak mengingat apa-apa lagi. Hingga menyadari bahwa beliau telah berada di luar dalam keadaan terikat di kursi dan di posisi terbalik.
Dalam kondisi terluka, beliau berhasil sampai ke pemukiman warga untuk meminta pertolongan. Bahkan sempat meminum air kelapa, sebelum akhirnya diantar ke Rumah Sakit, dan bertemu dengan sepupu beliau yang dalam kondisi trauma (H. Ainudin).
Hj. Trimurti termasuk satu dari 79 korban selamat jatuhnya DC-8 Icelandic LL-001. Namun sayangnya pesawat berusia 10 tahun itu telah merenggut nyawa suami, ibu, dan nenek beliau. Kesaksian selengkapnya bisa dibaca di sini: Terlempar Bersama Kursi, Pesawat itu Renggut Nyawa Suami, Ibu, dan Neneknya.
Seperti Film Final Destination, Melihat Pesawat Butut Seperti Nggak Layak
Kesaksian Korban Tragedi Colombo 1978 berikutnya dari Hj Rasidah, selama di Tanah Suci nggak punya firasat apapun kecuali sekali saat di Madinah sempat mimpi pulang dipeluk cucu dalam keadaan memakai pakaian ihram.
Ketika bersiap pulang ke tanah air, beliau mendapati pesawat dalam kondisi tua dan butut. Padahal pesawatnya masih sama dengan yang ditumpangi beliau bersama suami, H. Tabrani ketika berangkat menuju Saudi.
Hmm, kesaksian tentang pesawat yang kondisinya usang ini seperti mengingatkan kita pada sebuah film Holywood berjudul Final Destination. Dimana karakter utama Alex Brownie sempat mendapati kondisi pesawat jelek dan seperti nggak layak.
Sebelum mendapat semacam penerawangan bahwa pesawat itu akan jatuh dan menewaskan semua penumpang. Dan rupanya hal serupa telah terjadi 22 tahun sebelumnya. Dimana kesaksian Hj Rasidah, salah satu korban Tragedi Colombo 1978 yang selamat mendapati kondisi yang hampir serupa. Pesawat dalam kondisi usang dan jelek.
Mimpi Sholat Di Masjid Nabawi dan Melihat Jenazah di Sekitarnya
Hj Rasidah berangkat haji bersama suami, H. Tabrani Basri. Kesaksian Korban Tragedi Colombo berikutnya ialah H. Tabrani Basri. Beliau menuturkan ketika hendak kembali ke tanah air, penerbangan mengalami delay hingga 10 jam.
Kemudian ada hal lain yakni tertinggalnya 5 pramugari Garuda Indonesia yang seharusnya ikut Flight LL 001. Tambahan info pesawat DC-8 milik Icelandic Airlines itu disewa Garuda Indonesia untuk penerbangan haji.
Beliau bersama istri sedianya duduk di barisan depan, namun karena harus terpisah jadi pindah ke tengah. Berangkat udah malam otomatis melewatkan sholat maghrib dan memutuskan untuk jamak takhir dengan Isya karena sudah dalam kondisi lelah setelah delay 10 jam tadi.
Meski sang istri meminta untuk sholat maghrib selagi masih ada waktu di pesawat. Apalagi setelah bertanya kepada co-pilot diminta agar sholat ketika transit di Colombo. Jama’ah lain yang awalnya mengobrol perlahan mulai terlelap, termasuk beliau sendiri.
Hingga beliau bermimpi dan mengalami mimpi aneh. Sholat di Masjid Nabawi dan disekitarnya orang sedang mengumpulkan jenazah. Dimana ada jenazah dalam kondisi utuh dan ada pula yang sudah dalam bentuk potongan.
Tak lama kemudian beliau terbangun, lantas timbul rasa takut kepada Alloh, hingga berubah pikiran untuk mengerjakan sholat di pesawat. Beliau mengajak istri dan adiknya untuk tayammum lalu sholat Isya dan Maghrib di jamak Takhir.
Selepas sholat mereka lanjut do’a dan dzikit. Pada saat itulah kecelakaan terjadi. Pesawat memang sudah mendekati Katunayake Colombo International Airport namun terhentak dan diikuti suara nyaring karena membentur sesuatu.
Istri beliau menambahkan kondisi tersebut seperti berada di dalam kaleng yang diguncang-guncangkan. Teriakan takbir dan minta tolong terdengar. Mereka menduga cuaca buruk membuat pesawat terhentak dan tak mungkin diterbangkan lagi.
Pesawat jatuh dan baru berhenti setelah meninggalkan bagian ekor yang terlepas. Pasutri itu kemudian bisa meloloskan diri dari kebakaran dan ledakan dahsyat.
Namun tak mengetahui nasib adik dari H. Tabrani (diduga ikut menjadi korban tewas bahkan telah tiada sebelum terjadi ledakan karena mengidap penyakit asma). Mereka berhasil menjauh dari pesawat dan ditolong warga.
H. Tabrani dan istri sempat terpisah, karena mengalami luka, istri beliau dibawa ke Rumah Sakit lebih dulu untuk mendapat pertolongan. Sementara beliau langsung ke hotel karena tak mengalami cedera. Setelahnya pasutri itu kembali bertemu di hotel. Tentang kesaksian H. Tabrani dan istri bisa dibaca juga di sini:
- Selamat dari Musibah Kecelakaan Pesawat setelah si Penumpang Terbangun dari Mimpi
- Pesawat Haji itu Meledak saat Korban Hj. Rasidah Ulang Tahun ke-38
Oh iya kesaksian pasutri H. Tabrani Basri dan Hj. Rasidah kalo kita sadari itu agak mirip lho dengan scene awal Film Final Destination yang direlease 22 tahun setelah Kecelakaan Pesawat Haji 1978 itu.
Mulai dari melihat pesawat dalam kondisi usang dan jelek, seperti nggak layak terbang. Juga dari mimpi yang memperlihatkan jenazah dikumpulkan baik dalam keadaan utuh maupun potongan.Jadi ibaratnya kode keras akan terjadi sesuatu. Sehingga beliau bersama istri dan saudarinya memutuskan untuk sholat di pesawat, alih-alih di Colombo.
Cuma bedanya di film itu kejadiannya saat take-off dan referensinya lebih ke Kecelakaan Pesawat Boeing 747-200 Trans World Airlines Flight 800 rute New York-Paris-Roma. Meski bisa jadi juga ada mengambil tragedi Colombo 1978 untuk kesaksian dari H. Tabrani dan Istri. Adapun kecelakaan di Katunayake terjadi dalam fase landing.
Kesaksian Korban Tragedi Colombo 1978: Keluar Dari Celah Reruntuhan Pesawat
Kesaksian Korban Tragedi Colombo berikutnya ialah seorang wartawan Banjarmasin Post bernama Abi Karsa. Beliau dan istri berada dalam pesawat nahas itu. Berikut keterangan beliau:
“Sebelum musibah, mendadak ada pemberitahuan tanda bahaya. Mula-mula pesawat tergoncang keras, perut pesawat menyentuh pucuk pepohonan, lalu jatuh. Goncangan dan hempasan begitu keras, rasanya sulit bisa hidup. Teriakan dan rintihan terdengar dari berbagai sudut. Saya buru-buru membuka sabuk pengaman, mengajak isteri saya keluar. kami di sebelah kiri, di bagian ekor dekat pintu darurat, api mulai membesar di sayap kanan. Saya mencoba memecah jendela tapi gagal. Lalu isteri saya melihat ada lobang di belakang. Ternyata ekor pesawat putus dan perutnya terbuka lebar. Dalam waktu singkat, saya berusaha mendorong pecahan pesawat, ke luar membimbing isteri saya. Baru dua meter, kami terperosok di antara puing pesawat. Untung bisa lepas. Ledakan pertama terdengar, kami bertiarap. Lalu lari. Baru sekitar sepuluh meter, ledakan lagi dan kami tiarap lagi. Baru setelah itu ke rumah penduduk terdekat.
Beberapa menit kemudian polisi, ambulans dan pemadam kebakaran datang. Dengan bahasa Inggeris, saya minta kepada orang-orang Srilangka agar para korban segera dibawa ke rumah sakit.” Isteri Abi menambah: “Ada asap hitam. Kira-kira 10 orang yang mengeluarkan lendir hitam dari hidung karena terisap asap itu. Ketika terdengar ledakan pertama, semua berteriak Allohu Akbar. Kemudian berlarian keluar dan terdengar ledakan kedua. Orang Srilangka baik-baik. Mereka membawa makanan. Karena lapar, saya makan saja. Di RS Negombo, wah susah. WC nggak ada. Kotoran ditampung entah mau diapakan. Kotornya bukan main, lebih bagus Puskesmas di sini.”
Demikian kesaksian Abi Karsa dan Istri sebagaimana dikutip dari Tempo dalam Sebuah Kisah.
Leave a Reply