Kisah Slamet Suradio Nasib Tragis Masinis Teladan

Kisah Slamet Suradio masinis KA Lokal Rangkasbitung (225) pada saat Tragedi Bintaro 19 Oktober 1987. Bukan cuma merengut 156 nyawa penumpang. Kecelakaan tragis adu banteng itu juga memupus karir beliau yang pernah menjadi masinis teladan. Dipindah tugaskan dari masinis lantas diberhentikan secara tidak hormat hingga kehilangan hak pensiun.

Entah mengapa setiap terjadi PLH (Peristiwa Luarbiasa Hebat) atau kecelakaan kereta api sosok masinis selalu menjadi sorotan. Lebih dari itu jadi pihak yang paling disalahkan atas sebuah insiden. Termasuk insiden yang memakan korban jiwa sangat besar seperti Tragedi Bintaro 19 Oktober 1987.

Kecelakaan maut adu banteng antara KA lokal Rangkasbitung (225) dan KA Patas Merak (220) menyeret sejumlah pegawai PJKA ke meja hijau hingga berujung hotel prodeo. Baik PPKA dan Masinis semua menjadi pesakitan atas musibah tersebut.

Sejatinya ada 3 sosok penentu atau kalo di film itu dianggap sebagai tokoh sentral yakni Slamet Suradio, Djamhari dan Umriyadi. Sosok Slamet Suradio mungkin kita udah nggak asing lagi dengan beliau. Bapak asal Purworejo ini dulunya berprofesi sebagai masinis di era PJKA. Namun kini beliau sudah beralih profesi menjadi pedagang eceran di kampung halamannya. Beliaulah yang membawa KA 225 di hari senin kelam tersebut.

Djamhari adalah PPKA Stasiun Sudimara. Tanggung jawab beliau jelas mengatur perjalanan kereta api yang singgah dan melintas di stasiun tersebut. Di hari naas itu, Stasiun Sudimara tertutup rapat oleh rangkaian kereta. Mulai dari jalur 1 ada gerbong barang idle, jalur 2 tersedia Kereta barang Indocement tujuan Jakarta. Jalur 3 diisi KA 225 yang baru masuk dari Stasiun Serpong dalam kondisi penumpang melebihi kapasitas.

Nah sosok Djamhari jadi sorotan juga karena beliau diketahui berinisiatif untuk memindahkan kegiatan persilangan antara KA 225 dan KA 220 ke Stasiun Kebayoran karena kondisi penuh tadi. Surat PTP (Perpindahan Tempat Persilangan) dibuat dan diberikan langsung ke Mbah Slamet selaku masinis KA 225. Namun poda akhirnya rencana itu batal karena Umriyadi, PPKA Kebayoran, ingin persilangan tetap di Sudimara dengan alasan KA 220 harus mendapatkan prioritas lebih dari 225.

Alhasil pihak Sudimara coba melangsir KA 225 ke jalur 1 agar nantinya KA 220 bisa masuk di jalur 3. Namun entah bagaimana KA 225 malah melaju terus ke arah Kebayoran hingga tabrakan maut dengan KA 220 tak bisa dihindari.

Kisah Slamet Suradio, Jadi Tersangka Utama dan Kehilangan Pekerjaan

Segala upaya dilakukan pihak Sudimara untuk mencegah terjadinya kecelakaan. Entah bagaimana segala upaya keras itu berujung sia-sia. Kedua kereta ekonomi itu seola dituntun menuju maut. Hingga akhirnya di tikungan letter S kedua kereta bertemu dan terjadilah tabrakan adu banteng yang memakan korban jiwa 156 penumpang dan ratusan lainya mengalami luka-luka.

Dari semua petugas terkait yang diperiksa maupun dijadikan tersangka, Slamet Suradio alias Mbah Slamet dianggap paling bertanggung jawab dan dijadikan tersangka utama. Padahal menurut penuturan beliau selama surat PTP masih dipegang, nggak boleh ada kereta lain yang melintas di petak antara Sudimara dan Kebayoran selain KA Lokal Rangkasbitung (KA 225).

Terlepas dari adanya tekanan sejumlah penumpang di lokomotif yang meminta agar KA 225 segera diberangkatkan meski belum dapat pernyataan aman dari pihak Stasiun Sudimara. Mbah Slamet tetap memegang teguh keyakinan tersebut. Keretanya harus diprioritaskan sekalipun KA 220 kelasnya lebih tinggi. Itu karena surat PTP tadi.

Namun apalah daya, nasi sudah menjadi bubur. Mbah Slamet yang pernah dipaksa menandatangani BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dibawah todongan pistol akhirnya kehilangan pekerjaannya sebagai masinis. Sempat bertugas di Dipo, beliau akhirnya diberhentikan dengan tidak hormat atas insiden tersebut. Pernah mendapat predikat masinis teladan seolah tak bisa menghentikan pemecatan tersebut. Otomatis beliau juga kehilangan haknya mendapatkan tunjangan pensiun.

Setelah terdepak dari PJKA, Mbah Slamet pulang kampung ke Purworejo. Alih profesi jadi pedagang eceran di sana. Meski demikian beliau kadang menerima kunjungan maupun diwawancarai oleh awak media. Bahkan kerap dimintai pendapat ketika ada insiden kecelakaan kereta api pasca Tragedi Bintaro 19 Oktober 1987.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *