Garuda bisa meniru model bisnis pendahulunya, KLM Interinsulair Bedrijf, dalam rangka lebih fokus di rute-rute domestik yang memberi kontribusi pendapatan hingga 70% lebih. Adapun untuk internasional pilih yang benar-benar menghasilkan atau cukup codeshare saja. Sebagai salah satu langkah untuk menyelamatkan keuangan perusahaan yang tengah dilanda problem akut.
Pendahuluan
Garuda Indonesia tengah mengalami masalah keuangan akut. Hutang menggunung dan perusahaan pun harus menanggung kerugian besar akibat salah kelola keuangan di masa lalu. Salah satunya dalam hal leasing armada pesawat dimana terjadi indikasi mark up.
Contoh ketika mendatangkan pesawat Bombardier CRJ 100 yang nyatanya nggak cocok dengan profile Indonesia. Ditambah lagi sejumlah rute internasional ternyata nggak produktif. Sebaliknya malah makin menambah kerugian.
Pukulan Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 yang membatasi mobilitas semakin memukul perusahaan. Dengan adanya pembatasan bahkan kini diberlakukan PPKM Darurat yang semakin membatasi mobilitas masyarakat. Dimana salah satu syarat untuk bisa terbang ialah sertifikat vaksin Covid-19.
Sementara hal itu baru mencakup kurang dari 3% populasi Indonesia secara keseluruhan. 10% nya aja belum ada. Padahal kita ingin agar Herd Immunity 70% cepat terbentuk.
Mau nggak mau perusahaan pun mesti mengambil langkah penyelamatan. Misalnya mengurangi karyawan seperti mempersilakan karyawannya untuk ambil pensiun dini. Mengurangi dan menutup rute-rute merugi terutama Internasional.
PMN dan Perubahan Model Bisnis Garuda Indonesia
Dari pemerintah sendiri nggak henti-hentinya melakukan penyelamatan seperti dalam bentuk memberi PMN (Penyertaan Modal Negara). Sekalipun hal itu cuma untuk memperpanjang nafas perusahaan dalam beberapa bulan saja.
Saran lainnya ialah merubah model bisnis Garuda Indonesia agar lebih fokus di rute-rute domestik. Selama pandemi terutama permintaan domestik paling nggak masih ada. Bahkan punya kontribusi nyata 70% lebih terhadap pendapatan usaha. Solusi jitu memang daripada bermain di rute internasional yang malah merugi.
Bisa Meniru Pendahulunya, KLM Interinsulair Bedrijf
Penerbangan di tanah air sejatinya punya sejarah panjang sejak era kolonial dan revolusi fisik. Terutama untuk rute domestik. Di masa Hindia Belanda pernah ada maskapai swasta KNILM yang khusus terbangi rute domestik dan sebagian kecil internasional sebatas asia Tenggara seperti Filipina dan Sydney Australia. Sayangnya operasional KNILM (sejak 1928) harus berakhir dengan kedatangan Jepang.
KLM Interinsulair Bedrijf (IIB) Gantikan KNILM dan Fokus Domestik
Pasca Perang Dunia ke-2 Indonesia memang telah menyatakan kemerdekaannya. Namun Belanda tetap saja berusaha merongrong dengan melancarkan agresi militer belanda ke-1 dan 2. Di tahun 1947 setelah Belanda berhasil menguasai daerah-daerah utama, kegiatan penerbangan domestik mulai dihidupkan lagi. Kali ini diambil alih KLM Interinsulair Bedrijf (IIB). Setelah mengambil alih seluruh asset KNILM.
KLM IIB adalah anak usaha KLM. Fokus bisnisnya ketika itu melayani penerbangan domestik di wilayah Indonesia (terutama yang sedang diduduki) dan sebagian kecil internasional seperti ke Singapore dan British Malaya.
Garuda Indonesia Airways (GIA) Lanjutkan KLM Interinsulair Bedrijf
Masa dinas KLM IIB berlangsung selama kurang lebih 2 tahun hingga Pemerintah Kerajaan belanda mengakui kedaulatan Indonesia melalui perundingan KMB, 27 Desember 1949. Pasca perundingan di antara butir kesepakatan ialah pembentukan National Flag Carrier untuk Indonesia. Dipilihlah nama Garuda Indonesia Airways (GIA) untuk meneruskan peran KLM IIB terbangi langit Indonesia.
Nah terlepas dari eranya beda, model bisnis KLM IIB sejatinya bisa ditiru Garuda Indonesia untuk lebih fokus di rute penerbangan domestik yang berkontribusi 70% lebih tadi. Begitupun internasionalnya harus dipilih yang benar-benar menghasilkan atau cukup codeshare dengan maskapai asing.
Apalagi Garuda kini telah bergabung dengan aliansi SkyTeam. Jadi lebih baik garap yang udah jelas daripada sekedar gagah-gagahan.
Leave a Reply