Bukan yang disebut di puisi Soe Hok Gie, Lembah Mandalawangi Nagreg jelas beda. Nah pada kesempatan kali ini akan ditelusuri dengan cara Trekking Jalur Kereta Priangan Timur. Start dari Stasiun Leles dan akan melewati sebuah jembatan Citiis nan ekstrem sebelum berakhir di Stasiun Nagreg.
Bagi kamu penggiat sastra atau mungkin sering dengar puisi karya Soe Hok Gie pasti udah familiar sama yang namanya Lembah Mandalawagi. Puisi itu juga ada di bagian akhir film Gie (2005) tepatnya ketika Soe Hok Gie yang diperankan oleh Nicholas Saputra diketahui mengalami kecelakaan dan meninggal dunia di Puncak Mahameru, Gunung Semeru, Kabupaten Lumajang Jawa Timur.
Cuma Mandalawangi yang disebut oleh aktivis mahasiswa 1966 itu terletak di Kabupaten Sukabumi. Tepatnya bagian dari Gunung Gede Pangrango. Belakangan fotonya viral gegara terlihat dari Bekas Bandara Kemayoran dan jelas banget seolah dekat banget. Padahal jaraknya 80 km bahkan laut lebih dekat dengan daerah tersebut.
Ternyata nama Mandalawangi bukan cuma itu. Ada Gunung Mandalawangi lainnya yang terletak di perbatasan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut dan ini begitu mudah untuk dilihat. Khususnya bila kamu traveling naik kereta api dari Bandung ke Jogja, Jawa Tengah hingga Jawa Timur. Pasti lewatnya situ. Kecuali kalo naik KA Harina itu lewat Pantura.
Adapun jalur yang dilewati kereta api di jalur yang membentang dari Bandung ke Banjar itu berada di lembah Gunung Mandalawangi. Karenanya cocok bila disebut Lembah Mandalawangi juga. Jalur ini telah eksis dari era kolonial Belanda. Bahkan lebih dulu ada dibanding jalur utara via Cirebon. Sehari-harinya jalur ini cukup padat meski nggak sepadat Priangan Barat dan Pantura.
Pandemi Covid-19 dan pembatasan yang diberlakukan pemerintah mulai 1 April 2020 membuat sejumlah Perjalanan Kereta Api yang lewat sini mengalami penyesuaian. Makanya nggak serame biasanya. Nah inilah momen yang tepat untuk menelusuri jalur bersejarah itu.
Lembah Mandalawangi Nagreg, Start dari Stasiun Leles
Trekking dimulai dari Stasiun Leles yang terletak di daerah Kadungora Kabupaten Garut. Lokasi ini sempat viral di masa lalu karena diketahui jadi tempat asal begal legendaris bernama Mat Peci. Ketika Mat Peci kabur dari kejaran aparat sempat berada di sini sebelum akhirnya meregang nyawa di Leuwigoong, Kabupaten Garut. Oke itu sekilas tentang “Jack The Ripper”-nya Jawa Barat.
Balik lagi ke trekking, Stasiun Leles merupakan akses termudah menuju Kota Garut. Di sini tersedia angkot yang langsung menuju Terminal Guntur Garut bahkan lebih dekat ke Pusat Kota daripada turun di Cibatu. Itu sebelum jalur kereta ke Garut direaktivasi. Meski demikian masih lebih enak naik bus langsung ke Kota Garut ketimbang kereta harus transit dulu, termasuk di sini.
Bagi pecinta fotografi, daerah ini tentu jadi salah satu favorit terutama untuk pengambilan gambar kereta api yang sedang menuruni lembah dari arah Stasiun Lebakjero. Namun sayang gegara Pandemi, kegiatan fotografi sedikit berkurang, apalagi nggak banyak kereta yang lewat.
Dari Leles kita akan berjalan menaiki lembah. Mengikuti alur jalur rel kereta api. Jalurnya menanjak, jadi itu sama dengan trek awal untuk menaiki Lembah Mandalawangi yang ini. Sekali lagi bukan yang di puisi-nya Gie ya. Biar nggak keliru karena namanya kebetulan sama. Lantas dimana letak Pos 1 nya? Anggap aja Stasiun Leles tadi adalah Pos 1 penelusuran jalur legendaris membelah bukit ini.
Di jalur tanjakan inilah fotonya pernah jadi latar dari sebuah aplikasi pemesanan tiket kereta api online. Punya tetangga sebelah sih, sebut aja Sepur Online (terikat etika jadi nggak boleh sebut merk). Bahkan spot ini jadi incaran para pecinta kereta api, diluar fotografer tentunya.
Dari spot Sepur Online kita lanjutkan trekking. Jalurnya merupakan tanjakan. Setiap kereta yang lewat sini pastinya akan menanjak. Pemandangan alam khas Priangan Timur memanjakan kita di sepanjang trekking. Nah kita sekarang udah berada di Lembah Mandalawangi.
Stasiun Lebakjero, Batas Wilayah Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung
Tanpa terasa perjalanan akhirnya sampai di Stasiun Lebakjero. Inilah batas wilayah antara Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung. Stasiun yang lagi-lagi jadi spot para pecinta kereta api. Karena di sini kita akan mendapati momen kereta belok bahkan bisa mengambil satu rangkaian kereta. Saking favoritnya sampe ada yang bela-belain camping di sini. Boleh dibilang stasiun terletak di tengah-tengah Lembah Mandalawangi.
Stasiun Lebakjero posisinya sangat terpencil. Akses dari jalan raya sangat jauh. Udah itu nggak ada kereta api yang berhenti di sini. Kalopun ada biasanya status BLB (Berhenti Luar Biasa) yang sifatnya insidentil. Dulu memang pernah disinggahi KA Elok Cibatu, tapi mungkin karena nggak banyak yang turun jadi aja pemberhentian di sini dihilangkan dari Gapeka. Saat ini cuma berfungsi sebagai pos pemantauan.
Dalam trekking kali ini, Stasiun Lebakjero yang berada di tengah Lembah Mandalawangi dijadikan sebagai Pos 2. Di sini bisa istirahat sejenak melepas lelah. Juga memakan sedikit perbekalan dan minum. Apalagi setelah ini kita akan melewati sebuah jembatan ekstrem. Jarakya kurang lebih 3-5 km dari sini.
Oh iya, stasiun masih aktif dan ada petugas tentunya. Ketika datang ada baiknya ucapkan salam, minta izin istirahat sejenak, dan begitu hendak lanjut jangan lupa pamit. Penting juga buat kamu menjaga sikap selama kegiatan trekking Lembah Mandalawangi ini. Bukannya apa-apa di jalur ini sebagian besar masih alami dan posisi juga cukup terpencil. Jauh dari jalan raya.
Trekking Lembah Mandalawangi Nagreg: Menyeberangi Jembatan Citiis
Selepas Stasiun Lebakjero sejatinya udah masuk wilayah Nagreg di Kabupaten Bandung. Lanjutkan perjalanan dan akan menyeberangi sebuah jembatan kereta api yang juga sangat bersejarah tentunya. Jembatan yang udah berusia seabad namun masih dalam kondisi sangat bagus. Jembatan ini memang bukan yang terpanjang di Indonesia tapi cukup ekstrem karena sangat tinggi sekali.
Jembatan Citiis, berada di blok antara Stasiun Nagreg dan Stasiun Lebakjero. Inilah jembatan paling ekstrem di Priangan Timur tepatnya di Lembah Mandalawangi. Kalo naik kereta aja rasanya udah kaya terbang melayang. Jembatan melintas di atas sebuah jurang dan Jalan Raya Lingkar Nagreg. Oke saatnya melintas Jembatan Citiis. Tentu perlu kehati-hatian dalam menyeberanginya.
Dalam kondisi normal perhitungkan juga jadwal perjalanan Kereta Api. Jangan sampe kereta mau lewat kamu masih berada di tengah-tengah jembatan. Bahaya banget, kalo kenapa-kenapa kereta nggak bisa disalahin, justru sebaliknya kamu yang akan disalahin. Untungnya ini masih dalam situasi Pandemi Covid-19. Belum banyak kereta yang lewat.
Jembatan Citiis memang nggak sepanjang Cikubang. Tapi cukup curam juga. Di sinilah fase tersulit dalam trekking melintasi Lembah Mandalawangi Nagreg. Jelas banget butuh kehati-hatian. Apalagi kalo pandemi usai dan perjalanan kereta kembali normal seperti sediakala.
Akhir Penjelajahan, Stasiun Nagreg
Setelah mendaki lembah dan melewati jembatan ekstrem, akhirnya sampai juga di destinasi akhir trekking Lembah Mandalawangi Nagreg, yakni Stasiun Nagreg. Sedikit info ini adalah stasiun aktif tertinggi di Indonesia saat ini. Dengan ketinggian 848 mdpl. Sebetulnya masih ada yang lebih tinggi, Stasiun Cikajang Garut di 1.246 mdpl, namun statusnya masih Non-Aktif sejak tahun 1982.
Bedanya Stasiun Nagreg masih melayani perjalanan KA Elok Cibatu jurusan Padalarang dan Purwakarta. Hanya saja jadwalnya cuma tersedia di pagi dan siang hari. Untuk malam hari nggak ada. Kalo dari Bandung mau ke Nagreg di luar jadwal itu paling naik Elf atau bisa juga naik KA Lokal Baraya sampe Cicalengka lanjut angkot. Nah di situ banyak angkot ke Nagreg.
Oke perjalanan trekking jalur kereta Lembah Mandalawangi Nagreg sampe di sini dulu ya. Ini juga sebetulnya manfaatin momen sepinya lintas gegara Pandemi Covid-19. Oh iya berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk trekking di Lembah Mandalawangi Nagreg? Sekitar 7-8 jam ya. Makanya siapkan fisik dan perbekalan cukup.
Leave a Reply