Naik Bus Jogja Solo 3 Jam Buang Waktu Tua di Jalan

Naik Bus Jogja Solo 3 Jam Buang Waktu Lama di Jalan

Kok bisa ya naik bus Jogja Solo sampe 3 jam? Diluar perkiraan memang. Kiranya hampir sama dengan naik KA Prameks. Sayang sekali yang ada malah tua di jalan. Bus kebanyakan ngetem. Pengamen pun silih berganti seperti nggak ada habis-habisnya. Nggak usah heran bila pada akhirnya bus ditinggalkan.

Bermula dari nggak kebagian tiket KA Prameks yang waktu itu masih melayani koridor Jogja-Solo. Sekitar bulan Februari 2020. Itu artinya belum tergantikan KRL Joglo. Memang tiket kereta itu banyak diburu. Secara Prameks sendiri masuk katagori kereta komuter. Meski berhenti hampir di setiap stasiun, kereta tetap punya keunggulan bebas macet.

Namun seperti ingin mencoba hal baru. Terpikirlah dari Jogja ke Solo naik bus dari Terminal Giwangan. Kebetulan hari itu juga hari Jum’at, tiket Prameks memang masih ada tapi berbarengan waktu sholat Jum’at. Walaupun sebagai musafir punya privilege boleh mengganti Sholat Jum’at dengan Dhuhur. Tapi ah kayanya pengen Jum’atan aja deh biar lebih tenang gitu.

Dari Malioboro naik Bus Transjogja ke Terminal Giwangan. Jadi rencananya setelah selesai Sholat Jum’at langsung naik bus menuju Terminal Tirtonadi Solo. Terpikir waktu itu naik bus dan kereta nggak akan jauh berbeda. Ya lebih lama beberapa menit masih okelah.

Naik Bus Jogja Solo Nggak Sesuai Kenyataan

Singkat cerita beres sholat Jum’at. Waktu itu juga belum ada Covid-19 jadi masih bisa agak bebas. Situasi terminal juga normal-normal aja. Nggak ada namanya pembatasan dan semisalnya. Belum kenal namanya aplikasi PeduliLindungi. Maskeran dan bawa hand sanitizer juga belum jadi kebutuhan. Meski untuk hand sanitizer (atau gantinya tissue basah) ya tetap perlu untuk cuci tangan kalo mau makan.

Dari tempat sholat bergerak menuju bus line tujuan Solo. Baru aja berangkat bus jurusan Solo tapi yang non-AC. Nah in ikan rencananya mau naik bus AC. Sampai akhirnya datanglah sebuah bus bernama Sedya Utama. Langusng masuk ke dalam bus. Nggak menunggu waktu terlalu lama bus pun bergerak meninggalkan Terminal Giwangan.

Kondisi bus ya begitulah. Jangan harap kaya bus-bus Panturaan yang bagus-bagus. Namanya juga sekelas bus bumel komuter. Meski pake AC ya tetap aja nggak senyaman bus-bus antar kota yang bagus-bagus itu. Pengalaman pertama Naik Bus Jogja Solo pun dimulai.



Banyak Ngetem Bahkan Ada yang Lebih Lama dari Terminal

Bus baru saja melewati Fly Over Janti. Begitu turun dan masuk jalan utama menuju Solo ternyata bus ngetem selepas perempatan Jalan Janti itu. Nggak disangka ngetemnya lama. Bahkan lebih lama daripada di Terminal Giwangan. Disitu kernet mulai menagih ongkos. Kira-kira waktu itu ongkosnya Rp 15.000 (kalo nggak salah ya). Lebih mahal dari Prameks memang. Hampir 2x-nya malah. Tapi ya demi pengalaman pertama.

Qodaralloh, ternyata ngetem di Janti itu jadi awal ketidaknyamanan selama perjalanan menuju Surakarta Hadiningrat. Selepas itu bus kembali ngetem percis di depan akses jalan menuju Bandara Adi Sucipto (JOG) dan waktu itu bandara tersebut masih beroperasi secara reguler dan belum digantikan Yogyakarta International Airport  (YIA) di Kulonprogo.  

Dari situ bus jalan lagi sampai di depan Candi Prambanan yang artinya telah masuk wilayah administrasi Kabupaten Klaten Jawa Tengah. Disitu sempat ngetem lagi. Tanpa terasa perjalanan naik bus Jogja Solo kini telah sampai di jantung kota Klaten. Tepatnya di depan Masjid Agung Klaten. Nah di sini bus ngetem dan lama banget. Ada kali sekitar 30 menitan.  Nggak tau percisnya sih, yang jelas disinilah ngetem paling lama.

Setelah lama ngetem di depan Masjid Agung Klaten, bus bergerak menuju Terminal Ir. Sukarno Klaten yang posisinya dekat Stasiun Klaten. Nah disitu bus nggak ngetem. Cuma sekedar checkpoint aja. Aneh ya, justru di terminal ngetem cuma sebentaran. Giliran di luar terminal malah lama banget. Dari Terminal Klaten ke jalan utama Solo juga masih kena macet di sekitar pintu perlintasan kereta api. Seperti ada kereta lewat namun disitu juga tertahannya cukup lama.

Naik Bus Jogja Solo, Pengamen Bolak Balik

Saking lamanya perjalanan naik bus Jogja Solo, nggak kehitung lagi udah berapa banyak pengamen naik turun bus. Kaya nggak ada habis-habisnya gitu. Mulai dari pemberhentian pertama di perempatan Janti yang lebih lama dari Giwangan, disitu ada tukang ngamen naik. Terus di Klaten juga ada, nah ketika bus udah mau masuk wilayah Solo, beberapa kali ada pengamen yang naik turun juga.

Hmm, harap maklum namanya aja bus bumel. Ya mesti terima nasib kaya gitu. Belum lagi lama di jalan. Dikirain hampir sama dengan KA Prameks. Harapan tinggalah harapan. Gegara itu juga waktu banyak terbuang percuma. Apalagi setelah maghrib udah harus balik lagi ke Jogja.

Nyampe Terminal Tirtonadi, Bener-Bener Tua Di Jalan

Akhirnya setelah selama kurang lebih 3 jam menempuh perjalanan dari Terminal Giwangan Jogja, Bus Sedya Utama tiba di tujuan akhir Terminal Tirtonadi Solo. Gila bener ya, kok bisa sampe selama itu? Itu udah setara perjalanan Jakarta Bandung lho. Bener-bener tua di jalan inimah. Padahal naik kereta nggak selama itu. Malah bisa lebih cepat asalkan mau keluarkan uang lebih.

Dari Tirtonadi menyeberang ke arah Stasiun Solo Balapan. Nah dari situ kan udah sangat familiar. Karena kalo dari terminal itu masih agak asing. Memang iya terhubung langsung dengan taman Bengawan Solo. Tapi tujuannya kan nggak ke situ. Nah, udah 3 jam habis di perjalanan naik bus Jogja Solo. Selama itupula waktu terbuang sia-sia. Berarti nggak bisa berlama-lama di Solo.

Destinasi yang coba dipilih pun nggak boleh terlalu jauh dari Stasiun Solo Balapan. Karena harus mengejar KA Prameks yang habis maghrib kembali ke Jogja. Dipilihlah Benteng Vastenberg dan Masjid Agung Surakarta. Dua tempat yang masih sekitaran Jalan Slamet Riyadi. Berarti nggak terlalu jauh juga dari Stasiun Solo Balapan.

Nggak Laku dan Ditinggalkan? Ya, Nggak Usah Heran!!

Belakangan muncul berita Bus Jogja Solo mulai ditinggalkan dan armadanya tinggal sedikit. Apalagi setelah pengoperasian KRL Joglo sebagai pengganti KA Prameks yang kini hanya melayani Kutoarjo-Jogja. Tentunya masyarakat banyak beralih menggunakan KRL Joglo ketimbang naik Bus Jogja Solo yang lama banget. Disebut juga salah satu operatornya Sedya Utama.

Nah percis, Sedya Utama inilah yang memberi pengalaman kurang enak. Udah mah lama banget di jalannya, dikirain nggak jauh beda sama kereta malah setara Jakarta-Bandung (3 jam). Namun operator ini masih tetap bertahan padahal banyak yang lebih memilih naik KRL Joglo yang jauh lebih baik. Disebutnya bus Jogja Solo punya segmen sendiri.

Ya bisa jadi demikian. Ibaratnya kaya Miniarta, entah sekarang masih ada atau nggak. Miniarta melayani rute Kampung Rambutan – Bogor tapi nggak lewat tol Jagorawi. Bus sedang itupun tetap bertahan karena itu tadi punya segmen sendiri. Seperti ini juga yang dialami operator seperti Sedya Utama. Masih menggarap segmen yang biasa naik bus Jogja Solo. Meski jumlahnya kian menyusut.

Selain dengan kereta, Bus Jogja Solo juga harus menghadapi persaingan dengan sesama ban karet. Karena banyak bus-bus Jawa Timuran jurusan Terminal Giwangan juga menggarap koridor ini. Pastinya bus Jawa Timuran waktu tempuhnya lebih cepat dan nggak banyak ngetemnya. Bahkan cuma antar terminal aja. Seperti Tirtonadi, Klaten, dan Giwangan.

Nah kalo udah gini apa yang harus dilakukan operator bus semisal Sedya Utama agar terus bertahan? Apakah mesti meningkatkan pelayanan? Itu sih harga mati. Tapi semua berpulang pada manajemen. Karena armadanya sendiri meskipun pakai AC tetap jauh dari kata nyaman.  

Galeri Foto


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *