Hari ini tepat 35 tahun yang lalu pesawat Japan Airlines 123 Jatuh di Gunung Takamagahara, Gunma Prefecture, Jepang. Sebuah penerbangan domestik reguler rute Tokyo International Airport Haneda (HND) – Osaka Itami (ITM). Makan korban 520 penumpang dan cuma 4 yang selamat
Disebut-sebut sebagai kecelakaan tunggal dengan korban paling besar di dunia terjadi 35 tahun silam. Tepatnya pada tanggal 12 Agustus 1985. Penerbangan pendek antara dua kota utama di Jepang berakhir tragis di sebuah pegunungan terpencil di Gunma Prefecture. Penyebab utama jatuhnya pesawat tersebut karena buruknya maintenance.
Sebagai negara kepulauan dengan 4 pulau utama. Moda transportasi pesawat jelas dibutuhkan di Jepang. Malah moda tersebut banyak diminati oleh masyarakat. Sekalipun di tahun tersebut sudah ada kereta cepat Shinkanasen yang melayani rute Tokyo-Osaka dengan waktu tempuh 3-4 jam. Jarak antara kedua kota itu sendiri sebenarnya setara Jakarta-Surabaya.
Penerbangan domestik penghubung kedua kota utama tersebut juga termasuk rute padat penumpang. Karena itu pihak Japan Airlines, maskapai penerbangan nasional Jepang, mendatangkan pesawat jenis Boeing 747-146 SR yang diset untuk jarak pendek-menengah. Jumbo jet kala itu baru berusia sekitar 10 tahun dan mulai banyak digunakan di dunia.
Lazimnya penggunaan jumbo jet itu untuk jarak jauh, termasuk penerbangan Internasional. Boeing 747 terdiri dari beberapa varian. Meski aslinya untuk jarak jauh tapi ada varian SR yang bisa dipake untuk jarak pendek. Salah satunya Boeing 747-146 SR yang digunakan Flight 123 rute Tokyo – Osaka PP
Pesawat Japan Airlines 123 Jatuh Setelah Ekor Terlepas di Sagami Bay.
Flight 123 take off dari Tokyo International Airport / Haneda (HND) jam 6.12 Waktu Setempat. Telat 12 menit dari jadwal seharusnya 6.00. Di fase krusial ini nggak terjadi apa-apa. Terlihat normal dan mulus aja. Perjalanan selama kurang lebih 45 menit ke Bandara Itami Osaka (ITM) diprediksi lancar tanpa kendala berarti. Secara cuaca waktu itu juga cerah banget.
Penerbangan ini membawa 520 penumpang dan kru. Dipimpin oleh Kapten Masami Takahama, seorang pilot sarat pengalaman udah kantongi 12.400 jam terbang dimana 4.850 diantaranya ialah Boeing 747 seperti dipake penerbangan kali ini.
Kapten Takahama kali ini duduk di posisi kanan sebagai training pilot atas Kapten Yutaka Sasagi yang sedang dalam ujian kenaikan dari First Officer (FO) jadi Captain. Mengambil posisi sebagai captain di flight 123. Yutaka Sasagi kantongi 4.000 jam terbang. 2.650 diantaranya 747, sebagai First Officer (FO).
Sementara itu Flight Engineer diisi oleh Hiroshi Fukuda yang juga cukup berpengalaman di bidangnya dengan 9.800 jam terbang, 3.850 diantaranya di Boeing 747, Cuaca cerah ditambah kru berpengalaman harusnya nggak ada kendala nih Flight 123.
12 menit setelah take-off, tepatnya di Sagami Bay, malapetaka itupun dimulai. Terjadi suara ledakan di bagian belakang pesawat yang diikuti dengan dekompresi atau tekanan kabin menurun. Praktis masker oksigen turun selepas itu. Di kokpit sendiri ketiga kru coba mencari tau apa yang sebenarnya terjadi. Pesawat mulai kehilangan kendali.
Captain Takahama memutuskan untuk declare emergency dan mengontak menara pengawas di Tokyo, minta putar balik ke Haneda. Sayangnya pesawat udah kehilangan kendali. Nggak bisa dibelokin secara normal. Alih-alih putar balik malah tetap berjalan lurus ke depan.
Ketika Tokyo Control coba mengkonfirmasi kembali apakah benar terjadi masalah di flight 123, captain memastikan iya dimana pesawat kehilangan kendali. Posisi Flight 123 waktu itu udah sejajar Gunung Fuji. Artinya tempat mendarat paling dekat yang memungkinkan adalah Nagoya Airport. Tower menyarankan agar Flight 123 mengalihkan pendaratan di sana.
Namun Captain Takahama tetap bersikeras untuk kembali ke Tokyo. Dengan perhitungan perlengkapan yang lebih lengkap daripada di Nagoya. Udah itu landasan Nagoya dianggap nggak cocok didarati Boeing 747 ketika itu. Akhirnya Captain Takahama dan Sasagi coba mengendalikan pesawat memainkan daya pada keempat mesin pesawat.
Pesawat memang bisa bergerak naik dan turun. Hanya saja jadi serasa kaya di roller coaster. Flight 123 memang berhasil memutari Gunung Fuji dan mengarah ke Tokyo lewat jalur lain. Tokyo Area Control mencoba untuk mensterilkan jalur tersebut dari pesawat lain.
Ditengah usaha untuk kembali mendaratkan pesawat di Haneda, kadar oksigen di kabin terus menurun dan hampir habis. Supply oksigen yang ada di masker oksigen memang nggak dirancang untuk bertahan dalam jangka waktu lama. Begitu pula tabung oksigen cadangan stoknya semakin menipis. Sementara pesawat masih berada di atas 15.000 feet.
Flight 123 udah nggak bisa dikendalikan lagi. Nggak bisa naik turun atau belok kanan kiri. Hanya mengandalkan daya juga ternyata nggak seefektif menggunakan kendali normal. Tapi mau gimana lagi pesawat udah kehilangan hidrolik. Flight Egineer Fukuda mengusulkan kepada kapten untuk menurunkan landing gear. Tujuannya supaya pesawat bisa terbang dibawah 15.000 feet sehingga supply oksigen tersedia.
Permasalahan oksigen teratasi. Hanya saja pesawat sangat sulit mendarat. Pesawat malah mengarah ke area pegunungan di sebelah utara. Pada saat itu Flight 123 tertangkap radar Yokota Air Base, pangkalan militer Amerika Serikat. Pihak Yokota coba membantu supaya pesawat bisa mendarat di sana. Kebetulan peralatan di Yokota cukup lengkap dan bisa didarati Boeing 747.
Namun ternyata pesawat malah makin menjauh dari Haneda dan Yokota. Flight 123 mengarah ke Gunung Takamagahara dan Gunung Otsusaka. Semakin tak terkendali, Pesawat Japan Airlines 123 jatuh di sana. Di bubungan antara Takamagahara dan Otsusaka. 100 km sebelah Barat Daya Tokyo.
Hanya 4 penumpang dari 520 yang selamat dalam insiden ini. sementara sisanya meninggal dunia. Termasuk artis ngetop Jepang waktu itu, Kyu Sakamoto. Sejumlah Warga Negara Asing juga ikut jadi korban meninggal dunia, rinciannya:
- Amerika Serikat = 6
- Hong Kong = 4
- India = 3
- Korea Selatan = 3
- Italia = 2
- Jerman Barat = 2
- Inggris Raya = 1
- Republik Rakyat Tiongkok = 1
Pesawat Japan Airlines 123 Pernah mengalami Tailstrike di Osaka Itami Airport
Pesawat Boeing 747-146 SR udah dipake Japan Airlines untuk flight 123 sejak tahun 1970-an. Penggunaan jumbo jet untuk mengakomodasi tingginya permintaan penumpang di rute gemuk Tokyo-Osaka. Jelas pesawat udah berkali-kali take-off dan landing di masing-masing bandara.
Tanggal 2 Juni 1978 pesawat dengan nomor registrasi JA 8119 tersebut mengalami tailstrike dimana ekor pesawat tersenggol ketika mendarat di Osaka Itami Airport (ITM). Ternyata teknisi Boeing dan JAL nggak memperbaiki kerusakan itu dengan sempurna.
Maintenance failure ini berakibat berkurangnya kemampuan penyekat bertekanan bagian belakang (rear pressure bulkhead) dalam menahan beban tekanan selama penerbangan sehingga mengakibatkan lemahnya logam sebagai penyebab kecelakaan terjadi.
Kisah Kepahlawanan Captain Masami Takahama
Tragedi Jatunya JAL 123 menyisakan cerita kepahlawanan Captain Masami Takahama yang ketika itu ambil posisi sebagai Pilot Training yang sedang mengevaluasi Yutaka Sasagi. Dari awal pesawat mengalami masalah berusaha semaksimal mungkin untuk menerbangkan pesawat kembali ke Bandara Haneda. Padahal Tokyo Control sudah memberi alternatif pendaratan di Nagoya AIrport mengingat posisi sejajar Gunung Fuji.
Mengendalikan pesawat hanya dari daya yang dihasilkan keempat mesin. Meski kurang efektif dan nggak seefektif kendali normal, captain Takahama tetap berusaha menerbangkan pesawat selama mungkin. Coba bertahan dengan berbagai cara sampai pesawat bisa didaratkan kembali di Haneda.
Ketika pesawat mengarah ke area pegunungan di sebelah utara, Yokota Air Base coba menawarkan bantuan pendaratan darurat di sana. Namun karena fokus mempertahankan pesawat di ketinggian, bantuan dari pangkalan militer Amerika Serikat itu tak pernah terjawab. Setelah bertahan selama beberapa menit, Pesawat Japan Airlines 123 ahkhirnya jatuh di Gunung Takamagahara, ada juga yang bilang di Gunung Otsusaka.
itu karena posisi keduanya yang berdekatan. Sementara posisi pesawat jatuh berada di bubungan antara kedua gunung itu. Untuk posisi pastinya di Gunma Prefecture, 100 km barat daya Tokyo. Upaya Captain Takahama mengingatkan kita pada sejarah perang Dunia ke-2 ketika tentara Kekaisaran Jepang berusaha mati-matian mempertahankan Iwo Jima dan Okinawa.
Referensi
- 6 Foto Ini Diambil Sebelum Sebuah Tragedi Mengerikan Terjadi Kepada Mereka. Tribunsolo. https://solo.tribunnews.com/2016/06/30/6-foto-ini-diambil-sebelum-sebuah-tragedi-mengerikan-terjadi-kepada-mereka?page=2.
- August 12, 1985 – Grief Shrouds Mount Osutaka – Union Carbide Promised – Hostages At A Paris Mosque. PastDaily. https://pastdaily.com/2019/08/12/august-12-1985-grief-shrouds-mount-osutaka-union-carbide-promised-hostages-at-a-paris-mosque/
- Hanya Empat Penumpang Selamat, Tragedi JAL 123 Kecelakaan Udara Terburuk di Jepang. Kabar Penumpang. https://www.kabarpenumpang.com/hanya-empat-penumpang-selamat-tragedi-jal-123-kecelakaan-udara-terburuk-di-jepang/
- Japan Airlines Flight 123. Wikipedia. https://en.wikipedia.org/wiki/Japan_Airlines_Flight_123
- Rekaman Kokpit Saat-Saat Terakhir Tragedi JAL 123 Ini Bikin Merinding. FlightZona.Com. https://www.flightzona.com/2016/01/21/rekaman-kokpit-saat-saat-terakhir-tragedi-jal-123-ini-bikin-merinding/
Leave a Reply