sejarah indonesia airways- ukan garuda ya

Sejarah Indonesia Airways (Bukan Garuda Ya)

Sejarah Indonesia Airways, ketika rakyat Aceh memberi sumbangan untuk membeli sebuah pesawat Dakota DC-3 yang kelak diberi nama “Seulawah” dalam rangka menunjukkan eksistensi dan mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia. Di masa Agresi Militer Belanda ke-2 disewa pemerintah Burma sebagai pesawat komersial namun untuk operasi militer. Perlu diingat ini beda sama Garuda ya, yang punya sejarah sendiri.

Polemik cukup panjang apakah sejarah Garuda itu mencakup Indonesia Airways atau nggak. Apalagi pernah ada Direktur Garuda yang memasukkan sejarah Indonesia Airways ke dalam maskapai pelat merah unggulan tersebut. Padahal kalo diliat dari akar rumputnya, Garuda dan Indonesia Airways itu punya sejarah sendiri-sendiri. Nama Garuda baru dipake setelah pengakuan kedaulatan oleh Kerajaan Belanda di akhir 1949.

Singkatnya di masa kolonial udah ada layanan penerbangan domestik yakni KNILM (sebelum Perang Dunia ke-2) dan KLM IIB di masa revolusi kemerdekaan. Sebagai bagian dari KLM namun melayani rute penerbangan di wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS), yang masih diduduki oleh Belanda.

Nah ketika Belanda mengakui kedaulatan, nggak lama kemudian KLM IIB bersedia untuk melanjutkan kembali usahanya. Diantaranya kesediaan untuk menerbangkan kembali Presiden Sukarno dan keluarga dari Jogja ke Jakarta.

Namun Bung Karno ketika itu ingin nama baru sehingga dipilihlah Garuda Indonesia Airways (GIA). Jadi bisa disimpulkan sejarahnya Garuda itu berasal dari KLM IIB. Nggak salah juga kalo ada yang bilang “Garuda anaknya KLM” secara KLM IIB memang anak usaha KLM.

Sejarah Indonesia Airways Justru dari AURI

Sebaliknya Indonesia Airways itu berawal dari pidato Presiden Sukarno 16 Juni 1948. Dalam pidato disebut Indonesia butuh pesawat untuk pertahanan udara dan transportasi antar pulau. Tanggal 16 Juni 1948 komodor Suryadarma mempentuk Font Dakota. .

Sukarno mampu menggugah rakyat Aceh untuk berderma demi Republik. Segera setelah pidato usai, terbentuklah Panitia Dana Dakota yang diketuai Djuned Yusuf dan Muhammad Al Habsji. Ada pula Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh (Gasida) yang urun serta.

Dalam Daud Beureueh: Pejuang Kemerdekaan yang Berontak (2011) yang disunting Nugroho Dewanto, disebut bahwa Gasida berhasil mengumpulkan dana 130 ribu straits-dollar hanya dalam dua hari kampanye. Itu masih ditambah dengan lima kilogram emas. Jumlah tersebut sebetulnya bisa buat beli 2 unit Dakota.

Opsir Wiweko ditugasi ke Filipina untuk membeli Dakota punya Amerika Serikat. Karena suatu sebab, pesawat itu tak bisa langsung diterbangkan ke Indonesia. Maka, mula-mula ia diterbangkan ke Hong Kong, Yogyakarta, lalu baru sampai ke Aceh. Pesawat Dakota itu lantas diberi nomor registrasi RI-001 dengan nama Seulawah dan sampai di Indonesia pada Oktober 1948. Namun ada sumber lain menyebut Dakota itu sebetulnya dibeli di Singapore.

Sejak awal kedatangan ke Indonesia, pesawat itu dioperasikan AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia). Karenanya pake kode RI. Tugas pertama Dakota tersebut ialah menerbangkan Bung Hatta untuk kunjungan kerja ke Sumatera. Rute yang diambil: Jogja – Jambi – Payakumbuh – Kutaraja – Payakumbuh – Jogja.

Tanggal 6 Desember 1948 Seulawah diterbangkan ke Kalkuta, India, untuk maintenance dan penambahan kapasitas tangki bahan bakar. Maintenance baru selesai 20 Januari 1949, namun sayangnya selepas itu Seulawah nggak bisa pulang ke Indonesia setelah Belanda melancarkan Agresi Militer ke-2 dengan membombardir Bandara Maguwo dan berhasil menduduki Jogja.

Presiden beserta kabinet ditawan oleh Belanda. Sementara Republik Indonesia masih tetap eksis dalam bentuk PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) dibawah pimpinan Sjafrudin Prawiranegara, berkedudukan di Bukittinggi Sumatera Barat. Dijalankan dengan sistem gerilya keluar masuk hutan.

Balik lagi ke RI 001, pihak AURI nggak ingin pesawat itu nganggur sehingga diputuskan untuk sementara waktu dioperasikan di luar negeri. Dengan cara dikomersialkan Seulawah juga bisa berguna untuk menghidupi awaknya yang luntang-lantung tak bisa pulang.

Tetapi, kaum militer lebih suka menggunakan alasan heroik menggalang dana bagi perjuangan di Indonesia. Atas dasar itulah trio Wiweko Soepomo, Sutarjo Sigit, dan Sudaryono berinisiatif membikin maskapai penerbangan komersial. Dengan bantuan Dr. Soedarsono (Dubes RI untuk India), Indonesia Airways dibentuk. Pemerintah Burma jadi penyewa. 26 Januari 1949 Seulawah terbang sebagai pesawat komersial dari Kalkuta ke Rangoon dengan nama Indonesia Airways.

Nggak kaya pesawat komerisal lainnya yang biasanya ngangkut penumpang, Indonesia Airways dicarter pemerintah Burma untuk operasi militer emang pada saat itu di Birma sedang terjadi pemberontakan dan pemerintahannya sibuk menumpas pemberontakan tersebut. Untuk itu militernya sangat membutuhkan pesawat angkut untuk dropping pasukan dan amunisi maupun bom ke daerah operasi. Indonesia Airways mengambil peluang karena airline lain tak mau ambil risiko penerbangan ke zona perang.

Tetap Mendukung Perjuangan Republik Indonesia

Meskipun beroperasi di Burma, bukan berarti Indonesia Airways nggak punya andil dalam mendukung perjuangan Republik Indonesia demi menegakkan kedaulatan. Pesawat RI-001 dua kali menerobos blokade udara yang dilakukan oleh Belanda dari Ranggon ke Aceh dengan membawa bantuan persenjataan dan amunisi guna melanjutkan perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

Penerbangan menerobos blokade ini dipimpin oleh Opsir Udara II Wiweko Soepono sendiri yang mendaratkan pesawatnya pada malam hari di Pangkalan Udara Lhok Nga yang disambut oleh Kolonel Hidajat, Opsir Udara II Sujoso Karsono dan Kapten Muzakir Walad.

Dalam mendukung penerbangan di Burma, Indonesia Airways mendirikan Stasiun Radio di Rangon yang dipimpin oleh Opsir Muda Udara II Soemarno (terakhir Marsma) dengan eall sign SMN. Semula stasiun radio ini hanya mengadakan hubungan untuk kepentingan intern TNI-AU.

Dalam perkembangannya stasiun radio ini menjadi “jembatan” bagi PDRI dengan para perwakilan RI di luar negeri termasuk dengan perwakilan RI di PBB (Bapak Palar). Dengan adanya stasiun ini memungkinkan perencanaan dan pelaksanaan penerobosan blokade ke Aceh.

Sejarah Indonesia Airways: Dilikuidasi Setelah Pengakuan Kedaulatan

27 Desember 1949 Kerajaan Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia. Pasca pengakuan kedaulatan tersebut, seluruh kegiatan Indonesia Airways di Burma dihentikan dan prajurit AURI diharuskan untuk pulang ke Indonesia dan kembali menjadi anggota organik AURI (waktu itu AURIS/ Angkatan Udara Republik Indonesia Serikat).

Pertengahan Juni 1950 sebagian personel Indonesian Airways kembali ketanah air, yakni Opsir Udara III Sutardjo Sigit, Opsir Udara III Sudarjono, Opsir Muda Udara III Sumarno, Kadet Udara Budiarto Iskak, dan Kadet Udara Sjamsuddin Noor, dengan pesawat Commersial Airlines dari Rangoon melalui Bangkok ke Jakarta.

Sedangkan pesawat RI-001 Seulawah tiba di Pangkalan Udara Andir pada tanggal 3 Agustus 1950 jam 11.35 setelah melewati rute Rangoon-Bangkok-Medan-Andir. Setelah tak lagi beroperasi sebagai Indonesia Airways, RI 001 ditempatkan di Pangkalan Udara Andir Bandung (sekarang Bandara Husein Sastranegara) dan digunakan sebatas Joy Flight. Hingga akhrnya diserahkan ke bagian teknis dan ditempatkan di ujung landasan sebelah barat Pangkalan Udara tersebut.

Pesawar RI-001 ini merupakan pelopor penerbangan sipil nasional karena dengan pesawat inilah didirikan Indonesia Airways yang beroperasi di Burma. Dana yang diperoleh oleh operasi penerbangan di Burma digunakan untuk membiayai kadet-kadet udara yang belajar di India dan Filipina.

Selain membiayai para kadet yang menjalani pendidikan, operasi RI-001 dapat membeli beberapa pesawat Dakota lainnya yang diberi nomor registrasi RI-007 dan mencharter pesawat RI-009.

Fix Beda sama Garuda Indonesia

Maka dengan demikian Sejarah Indonesia Airways dan Garuda Indonesia dipastikan berbeda. Indonesia Airways diawali ketika kunjungan Presiden Sukarno ke Aceh 16 Juli 1948. Dalam pidatonya menginginkan sebuah pesawat untuk pertahanan udara dan transportasi antar pulau. Menindaklanjuti itu Komodor Suryadarma membentuk Font Dakota untuk penggalangan dana.

Setelah dana terkumpul, Oktober 1948 sebuah Dakota DC-3 berhasil dibeli di Filipina (sumber lain menyebutkan di Singapore) diberi nama Seulawah dan nomor registrasi RI 001. Semula dioperasikan oleh AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia). Pesawat ini sempat digunakan oleh Bung Hatta untuk kunjungan ke Sumatera.

Untuk kepentingan maintenance, Seulawah diterbangkan ke Kalkuta 6 Desember 1948 dimana proses tersebut selesai pada 20 Januari 1949. Namun sayangnya Belanda keburu menjalankan agresi sepihaknya sehingga Seulawah tertahan di India. Untuk mengisi kekosongan sekaligus agar kru Seulawah nggak nganggur, pesawat dikomersialkan.

26 Januari 1949 didirikan maskapai Indonesia Airways menggunakan satu unit Dakota DC-3 Seulawah bernomor registrasi RI 001. Penerbangan pertama mengambil rute Kalkuta-Rangoon. Untuk selanjutnya pesawat dicarter Pemerintah Burma dalam rangka mendukung operasi militer di negara tersebut yang sedang dilanda pemberontakan.

Pasca pengakuan kedaulatan oleh Belanda tanggal 27 Desember 1949, Indonesia Airways dilikuidasi. Seluruh aktivitasnya dihentikan. Kru yang berasal dari AURI kembali ke kesatuan sebagai prajurit organik. Pesawat RI 001 dikembalikan ke AURI dan ditempatkan di Pangkalan udara Andir, Bandung.

Adapun Garuda Indonesia sejarahnya justru dimulai pada tanggal 27 Desember 1949 itu bersamaan dengan pengakuan kedaulatan. Seluruh asset milik Kerajaan Belanda diserahkan kepada pihak Republik Indonesia Serikat (RIS), salah satunya ialah KLM-IIB (Inter Insulair Bedrijf), anak usaha maskapai KLM yang melayani penerbangan domestik di wilayah pendudukan.

KLM-IIB lantas dirubah jadi Garuda Indonesia Airways NV (GIA) atas keinginan Presiden Sukarno. Kemudian ditetapkan sebagai maskapai penerbangan nasional. 28 Desember 1949 Garuda Indonesia AIrways terbang perdana dari Maguwo ke Kemayoran membawa Presiden Sukarno bersama keluarga, sekaligus menandai momen kembalinya ibukota dan pusat pemerintahan ke Jakarta. Penerbangan tersebut menggunakan pesawat Douglas C-47A Dakota beregistrasi PK-DPD yang sebelumnya dimiliki oleh KLM-IIB.

Referensi

Mengenang Pesawat Dakota RI-001 Seulawah. TNI Angkatan Udara. https://tni-au.mil.id/mengenang-pesawat-dakota-ri-001-seulawah/

Perkenalkan, Dakota DC-3 RI-001, Pesawat Angkut Pertama di Indonesia pada 1948. Kompas.Com. https://nasional.kompas.com/read/2018/06/05/11484411/perkenalkan-dakota-dc-3-ri-001-pesawat-angkut-pertama-di-indonesia-pada-1948?page=all.

26 Januari 1949 Sejarah Hari Lahir Garuda Indonesia: Sebenarnya Milik Maskapai Lain. Tirto.ID. https://tirto.id/sejarah-hari-lahir-garuda-indonesia-sebenarnya-milik-maskapai-lain-dfap


Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *