Trip Kereta Api Lodaya jelang Ramadhan tahun 2015. Pertama kali menginjakkan kaki lagi di Jogja. Sekaligus menghadiri kegiatan Daurah Nasional AsySyariah di Masjid Agung Manunggal Bantul. Meski agak sedikit kurang berkesan, terutama dalam perjalanan pulang.
The Dream Comes True? Boleh jadi, pasalnya waktu ke Jogja tahun 1999 pernah bertemu dengan Kereta Api Lodaya. Baik ketika baru tiba di Jogja maupun saat hendak balik ke Jakarta naik KA Argo Dwipangga. Waktu itu kereta belum lama ganti nama. Sebelumnya kan dikenal dengan nama Senja Mataram dan Fajar Pajajaran. Mulai dinas 11 Maret 1992 di era Perumka. Namun tahun 1999 mulai pake nama Lodaya. Entah di tahun itu atau 1-2 tahun sebelumnya pun sudah dengan nama tersebut.
Tak lama setelah liburan ke Jogja itu, kereta api Lodaya sempat dijadikan cameo di tugas mata pelajaran Seni Rupa. Ketika mendapat tugas untuk membuat komik. Seperti ada sebuah energi dan akhirnya setelah 16 tahun berlalu baru kesampean mencicipi Sang Macan Putih. Tentunya sudah banyak sekali perubahan. Ketika pertama kali ketemu tahun 1999 formasinya sangat identik dengan KA Parahyangan (reinkarnasi jadi Kereta Api Argo Parahyangan).

Semula cuma bawa 2 kereta eksekutif namun di tahun 2015 kereta eksekutif yang dibawa berjumlah 4 kereta. Ditambah lagi kereta bisnis-nya udah pake AC. Jadi jauh lebih nyaman lah ketimbang tahun 1999. Meski jumlahnya tetap sama 4 kereta. Trip di 2015 ini sebetulnya ada dua momen yakni pertama kali kembali ke Jogja sejak 16 tahun. Kedua untuk menghadiri acara keagamaan bernama Daurah Nasional AsySyariah.
Kegiatan Daurah Nasional AsySyariah ini sudah berlangsung sejak tahun 2003. Biasanya diadakan setelah lebaran. Namun untuk edisi 2015 justru diselenggarakannya menjelang Ramadhan di tahun yang sama. Sekitar 3 pekan setelah acara ini sudah masuk bulan Ramadhan.
Persiapan Awal Trip Kereta Api Lodaya
Sebenarnya sih Kereta Api Lodaya cuma jadi pilihan kedua. Awalnya ingin naik Kereta Api Kahuripan. Karena rencananya ingin bersama rombongan besar yang juga hendak menghadiri acara Daurah tersebut. Namun setelah diadakan briefing, rombongan besar itu memilih menggunakan bus. Sedangkan yang naik kereta api hanya sekitar 2-3 orang. Karenanya pilihan pun jatuh ke Kereta Api Lodaya.

Otomatis titik awal keberangkatan pun bergeser ke Stasiun Bandung. Meskipun Kereta Api Lodaya juga berhenti di Kiaracondong, namun akses transportasi umum lebih gampang ke Stasiun Bandung. Waktu itu pilihan masih angkot atau taksi konvensional. Ojol belum ada, walaupun Gojek mulai dirintis.
Di Stasiun Bandung sambil menunggu jadwal keberangkatan dan barengan lainnya duduk di Roti O. Biasa ngopi sore. Karena waktu itu kan udah sore menjelang maghrib. Barengan yang ditunggu pun datang. Selepas mengerjakan sholat maghrib, terus check in, dan naik kereta. Jam menunjukkan pukul 18.55 WIB. Sang Macan putih diberangkatkan dari Stasiun Bandung sesuai jadwal.
Dari Stasiun Bandung, kereta hanya berhenti di Stasiun Kiaracondong untuk menambah penumpang. Baru akan berhenti lagi di Stasiun Cipeundeuy untuk pemeriksaan rem. Sepanjang perjalanan malam dihabiskan dengan ngobrol sama barengan. Sekalian makan malam terntunya., Beli Nasi Goreng Parahyangan yang ternyata juga tersedia di Kereta Api Lodaya.
Periksa Rem, Disilang, Akhirnya Tiba di Jogja
Tak terasa 2 jam perjalann telah dilalui. Kereta pun berhenti lumayan lama. Ternyata udah di Cipeundeuy. Nggak terasa sih. Waktu luang dipake untuk ambil wudhu kemudian sholat Isya di atas kereta. Setelah kereta diberangkatkan lagi lebih banyak istirahat. Hingga kereta pun masuk provinsi Jawa Tengah. Berhenti di Stasiun Maos. Udah itu tidur lagi dan tanpa terasa perjalanan terhenti di Stasiun Butuh.
Rupanya disilang KA Mutiara Selatan arah Bandung. Maklum di tahun 2015 jalur selatan masih single track sampe ke Kutoarjo. Setelahnya kereta berhenti di Stasiun Kebumen, Stasiun Kutoarjo dan Stasiun Wates. Setelah menempuh perjalanan selama 8 jam, kereta pun tiba di Stasiun Yogyakarta. Alhamdulillah akhirnya bisa menginjakkan kaki di sini setelah 16 tahun lamanya.
Tentunya Jogja sudah sangat berubah. Beda dengan di tahun 1999. Setelah itu istirahat dulu sebentar sampai 2 kereta tiba yakni KA Senja Utama Jogja dan KA Turangga. Rupanya ada rombongan juga yang hendak menuju Bantul. Oke akhirnya diputuskan jalan bareng. Waktu itu maish bisa keluar lewat pintu utama. Kalo sekarang kan mesti lewat Pasar Kembang.
Di situ taksi dan travel mulai menawarkan jasanya. Kita sepakat pilih mobil travel untuk mengantar kami menuju Bantul. Benar Jogja udah beda banget. Atau lupa-lupa ingat. Karena baru datang lagi setelah 16 tahun. Dulu masih usia 15 tahun sekarang udah 30 tahun. Sampailah kita di Masjid Agung Manunggal Bantul. Karena acara besar pastinya rame banget. Pesertanya dari seluruh Indonesia. Acaranya Sabtu-Minggu tapi udah banyak yang datang sejak malam Jumat.
Saking banyaknya sampe mau mandi pun harus antri. Nyesel juga sih kenapa nggak sekalian mandi begitu nyampe di Stasiun. Tapi itu perjuangan sih. Lama mengantri akhirnya dapat giliran juga. Beres mandi langsung sholat shubuh dan dengar kuliah shubuh dari salah satu ustadz. Sesi utama dimulai jam 10 pagi.
Selama 2 hari acara keril hampir nggak bisa lepas dari gendongan. Bahkan ketika tidur pun demikian. Setelah mendengar ada kabar peserta yang kemalingan tas. Selesai acara memutuskan nginap semalam dulu di Jogja dan baru akan pulang hari Senin. Adapun barengan udah pulang Minggu malam langsung selepas acara.
Trip Kereta Api Lodaya (Pulang) Pertama Kali Menyaksikan Alam Priangan Timur
Pulang juga ngerencanain naik KA mutiara Selatan. Targetnya supaya pagi dah masuk Jawa Barat dan bisa menikmati keindahan alam Priangan Barat. Namun ada kekecewaan di penginapan. Ternyata penginapan jauh dari kata nyaman. Memang berada di Sosrowijan sedikit menggoda. Masalahnya tempat nginap itu berada di daerah Pasar Kembang yang masih identik dengan citra kurang baik.
Belum lagi malamnya ada dua anak muda laki dan cewek hendak menginap. Nah ceweknya itu pake pakaian sedikit seronok. Kecewa hingga akhirnya memutuskan untuk pulang pagi naik Kereta Api Lodaya. Nggak jadi Mutiara Selatan.
Keesokan paginya check out. Sebentaran ambil foto Tugu Pal Putih yang di tahun 1999 justru lolos dan belum sempat dikunjungi. Sudah itu langsung ke Stasiun Yogyakarta. Lebih dulu mengurus pembatalan tiket KA Mutiara Selatan setelah beres langusng check in dan menunggu kedatangan Kereta Api Lodaya.
Si Macan Putih yang ditunggu pun akhirnya datang. Siap mengantar pulang ke Bandung. Kali ini perjalanan pagi, siang, sore jadi bisa menikmati pemandangan. Targetnya jelas Priangan Timur. Sempat tertidur ketika kereta memasuki wilayah Kebumen dan baru terbangun saat sudah masuk Terowongan Ijo. Kereta terus melaju hingga akhirnya berhenti di Stasiun Sidareja.
Pernah baca literatur bahwa stasiun ini lebih dekat ke Pangandaran daripada Stasiun Banjar. Di sini juga dengar lagu DI Tepinya Sungai Serayu. Melepas keberangkatan Kereta Api Lodaya hingga ke tujuan akhirnya di Stasiun Bandung.

Memasuki provinsi Jawa Barat, kereta berhenti di Stasiun Banjar, Stasiun Tasikmalaya dan Stasiun Cipeundeuy. Lagi-lagi pemberhentian di Stasiun Cipeundeuy dalam rangka pemeriksaan rem. Berhenti lama dijadikan momen untuk mengambil gambar kereta api Lodaya. Siapa tau bisa dijadikan konten atau apalah. Tanpa terasa kereta telah selesai memeriksa rem dan siap diberangkatkan lagi.
Selanjutnya nggak ada pemberhentian. Kereta Api Lodaya baru akan berhenti di Stasiun Kiaracondong sebelum tiba di tujuan akhir Stasiun Bandung. Tentunya suguhan pemandangan Priangan Timur akan kembali dinikmati di perjalanan yang sudah memasuki fase akhir tersebut.

Ternyata memang benar Priangan Timur punya pemandangan yang sangat eksotis. Walaupun di sisi lain jalurnya juga ekstrem. Menikmati pemandangan alam Priangan Timur seolah sedikit membayar dua kekecewaan yakni di Jogja yang terlalu singkat gegara penginapan nggak enak. Kedua kebagian tempat duduk paling pojok di seat 1A. Benar-benar mentok meski dekat sama pintu keluar juga. Kurang nyaman gitu lah.
Semua itu terbayar suguhan pemandangan indah. Terutama di kawasan Nagreg. Salah satunya Jembatan Citiis. Perjalanan lanjut hingga melintas Stasiun Cicalengka, bablas terus dan nyampe juga di Stasiun Kiaracondong. Nah rupanya di sini ketemu sama Kereta Api Mutiara Selatan yang menuju arah timur. Nggak begitu lama kereta berangkat lagi.
Alhamdulillah tibalah Sang Macan Putih di tujuan akhir, Stasiun Bandung. Dengan demikian tuntaslah sudah trip Kereta Api Lodaya 2015. Inilah trip perdana bersama si Maung. Walaupun begitu banyak catatan tentunya. Nyesal karena nggak bisa lebih lama di Jogja. Terlanjur kecewa sama penginapan yang ternyata bobrok. Kapok nggak akan nginap di situ lagi dah. Tarif boleh murah tapi sayangnya murahan.
Leave a Reply